Forim Iman Kristen
Diskusi Tanya Jawab => Diskusi Kristen => Topic started by: Phooey on April 05, 2013, 02:40:34 PM
-
Teman2 ....
Didalam hidup sehari2 .... seringkali kita melihat orang Kristen yang menyatakan bahwa dirinya percaya dan beriman kepada Kristus.
Adakah ukuran obyektif yang dapat diukurkan kepada iman seseorang.
Maunya sih dengan ukuran tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kita beriman sedang2 saja atau beriman yang baik.
GBU
-
Damai bagi FIKers sekalian.
Saya kira, yang namanya iman, adalah hal yang sangat pribadi, yang sangat subyektif, hubungan antara seseorang dengan Tuhan-nya. Walaupun hubungan suami istri adalah subyektif, iman lebih subyektif lagi.
Damai, damai, damai.
-
Damai bagi FIKers sekalian.
Saya kira, yang namanya iman, adalah hal yang sangat pribadi, yang sangat subyektif, hubungan antara seseorang dengan Tuhan-nya. Walaupun hubungan suami istri adalah subyektif, iman lebih subyektif lagi.
Damai, damai, damai.
Jadi enggak bisa ya Mod ... :think:
Kawatir aja .... siapa tahu seseorang begitu yakin bahwa dirinya beriman begitu sampai hari penghakiman ternyata ditolak.
:think:
-
Kalo suami istri kan dapat dilihat dari :
1. Kadar kemesraan dalam kehidupan sehari2.
2. Besarnya waktu yang mereka sediakan secara bersama.
3. dll
:D
-
Teman2 ....
Didalam hidup sehari2 .... seringkali kita melihat orang Kristen yang menyatakan bahwa dirinya percaya dan beriman kepada Kristus.
Adakah ukuran obyektif yang dapat diukurkan kepada iman seseorang.
Maunya sih dengan ukuran tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kita beriman sedang2 saja atau beriman yang baik.
GBU
Bagaimana iman dapat diukur, bro?
Jika kita ingin 'mengukur' iman seseorang, paling bisa kita 'menilai' dengan apa yang dilakukannya. Tidak sepenuhnya tepat, tentu saja, tetapi bisa dipergunakan untuk sekedar menilai, karena iman tereflesikan dari perbuatan seseorang.
Tetapi, jika kita hanya terpaku dari perbuatan, maka kita akan terjebak pada perbuatan kaum farisi.
-
Jadi enggak bisa ya Mod ... :think:
Kawatir aja .... siapa tahu seseorang begitu yakin bahwa dirinya beriman begitu sampai hari penghakiman ternyata ditolak.
:think:
lha itu dia mas...
saya juga sering mikir demikian....
bagi yang MERASA dan BERKOAR-KOAR imannya sudah paripurna...
eh.. ternyata yang di-IMAN-i nanti cuma bilang.... halah... ke-GE-ER-an loe... ehehe..
gimana coba...
padahal udah sampe ngajak-ngajakin orang lain pula.... macam udah yakin betul aja dia ini...
eh...... tahunya...
saya sepakat dengan bro Hus, bahwa itu iman bukan hanya Subjektif, tetapi juga privat dan transendental sifatnya...
oleh karenanya.. saya imho, merasa TIDAK PERNAH cukup Beriman tuh... setidaknya sampai hari ini sih.. ehehe....
-
Ijinkan ikutan yah phooey... kalo post saya gak seharusnya disini, yah saya rela kalo nanti dipindahin Oom Momod :).
Teman2 ....
Didalam hidup sehari2 .... seringkali kita melihat orang Kristen yang menyatakan bahwa dirinya percaya dan beriman kepada Kristus.
Terlepas dari kayak begimana perbuatannya yang semisal kebetulan saya mengetahui tingkah-laku orang ybs ini ... (imo) setidaknya bagi saya --- saya kagum dikala bold ijo diatas :).
Adakah ukuran obyektif yang dapat diukurkan kepada iman seseorang.
imo, ADA ... dan itu ukuran manusia ... BUKAN ukuran Allah :) ...
Hayo anak anak ... Siapa yang merasa bisa paling layak dan bisa tepat mengukur iman sso ? ... raise your hand :D.
:)
salam.
-
Teman2 ....
Didalam hidup sehari2 .... seringkali kita melihat orang Kristen yang menyatakan bahwa dirinya percaya dan beriman kepada Kristus.
Adakah ukuran obyektif yang dapat diukurkan kepada iman seseorang.
Maunya sih dengan ukuran tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kita beriman sedang2 saja atau beriman yang baik.
GBU
Coba saja suruh mindahin gunung,
jika sudah bisa itu tandanya orang itu imannya sudah sebesar biji sesawi,
dan kalau caranya dengan melihat tanda tanda , maka jika orang masih berbahasa roh . maka orang itu imannya masih kecil atau malah tak beriman .
Tuhan Yesus memberkati
Han
-
Walaupun tidak bisa jadi tolak ukur, saya rasa skala prioritas dalam hidup seseorang bisa (sedikit banyak) memperlihatkan kadar iman orang tsb.
Jika seseorang mementingkan harta dan pekerjaan, bagaimanapun caranya, tanpa memperhatikan kaidah hidup orang percaya, mungkin kita bisa menilai bahwa keimanannya masih dibawah.
Atau ketika seseorang mementingkan penyaluran hobinya daripada "sekedar" mengikuti misa ibadah mingguan, kita bisa melihat kadar iman dia sampai dimana...
Jadi apa yg menjadi skala dia, prioritas dia, pegangan hidup dia, itu bisa menentukan iman dia jg.
Kalo menurut saya sih......
-
Saya tidak tahu apa yang dimaksud dengan iman yang obyektif. Karena apa yang kita sebut dengan obyektif pun kadang2 sebenarnya sangat subyektif.
Misalkan, saya menganggap Pak A adalah seorang yang saleh karena rajin ke gereja, rajin berdoa, dan suka menolong orang.
Tetapi bagi teman saya, si B, Pak A bukan orang yang saleh, melainkan orang yang munafik, karena dia pernah mengetahui fakta bahwa Pak A suka selingkuh.
Lihat bahwa apa yang saya anggap obyektif dalam mengukur kadar iman seseorang, ternyata masih subyektif ketika dibandingkan dengan pengamatan orang lain..
Maka obyektif seharusnya mengacu kepada fakta2 yang bisa disetujui dan disepakati oleh semua orang. Sedangkan subyektif adalah ketika kita membuat penafsiran, pertimbangan, dan bahkan kesimpulan atas dasar apa yang kita pikirkan .
Contoh, dalam hal Pak A, ketika saya bilang "Pak A adalah orang yang rajin berdoa, ke Gereja dan suka menolong orang ===> obyektif, karena saya bicara fakta2 yang juga disetujui/diamati oleh teman saya si B.
Tetapi ketika saya bilang "Pak A orang yang saleh" ===> subyektif, karena menafsirkan hanya berdasarkan pengamatan saya.
Demikian juga ketika B bilang "Pak A orang yang munafik" ===> subyektif, karena menafsirkan berdasarkan pengamatannya sendiri yang belum tentu disetujui orang lain.
Contoh lain:
Sebuah kotak berwarna hitam tergeletak di meja. Fakta tersebut bisa diamati semua orang, maka ketika orang berkata "itu sebuah kotak", "kotak itu di atas meja", "kotak itu berwarna hitam", dsb ===> orang2 berlaku obyektif.
Tetapi ketika ditanyakan "berapa berat kotak hitam itu?" padahal di situ tidak ada timbangan, maka jawaban semua orang sangatlah subyektif.
Demikian juga dengan iman, ketika kita melihat orang yang hidupnya menghasilkan buah2 Roh, kita bisa secara obyektif menyebut orang itu memiliki iman. Tetapi sebesar apa iman orang tersebut, kita hanya bisa berlaku subyektif ketika membuat penilaian.
Begitu menurut saya.
:)
Salam
-
Penyampaian yang bagus, Shakes. (Ini pengakuan oyektif dari saya untuk Shakespeare, tapi yahhh... jatohnya subyektif juga sih?) :drool:
-
kalau begitu, kita bisa membuat check-list kadar keimanan pribadi. silakan isi dengan jawaban "ya" atau "tidak" pada pernyataan berikut ini (dirangkum dari jawaban para member):
1. saya rajin misa/ ibadah setiap hari Minggu
2. selain hari Minggu, saya masih ikut misa/ ibadah harian serta kegiatan pendalaman iman
3. saya rajin ikut kegiatan sosial
4. saya punya waktu khusus untuk berdoa secara pribadi
5. prioritas hidup saya: kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan sesama
6. saya bisa memindahkan gunung :rofl:
bila jawaban "ya" ada pada 5-6 pernyataan--> sangat beriman
bila jawaban "ya" berkisar 2-4 pernyataan --> lumayan beriman
bila tidak ada jawaban ya atau cuma 1 jawaban ya --> ayo BERTOBAT!!!!!!!! KIAMAT SUDAH DEKAT...!!!!!!!
:harp:
-
kalau begitu, kita bisa membuat check-list kadar keimanan pribadi. silakan isi dengan jawaban "ya" atau "tidak" pada pernyataan berikut ini (dirangkum dari jawaban para member):
1. saya rajin misa/ ibadah setiap hari Minggu
2. selain hari Minggu, saya masih ikut misa/ ibadah harian serta kegiatan pendalaman iman
3. saya rajin ikut kegiatan sosial
4. saya punya waktu khusus untuk berdoa secara pribadi
5. prioritas hidup saya: kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan sesama
6. saya bisa memindahkan gunung :rofl:
bila jawaban "ya" ada pada 5-6 pernyataan--> sangat beriman
bila jawaban "ya" berkisar 2-4 pernyataan --> lumayan beriman
bila tidak ada jawaban ya atau cuma 1 jawaban ya --> ayo BERTOBAT!!!!!!!! KIAMAT SUDAH DEKAT...!!!!!!!
:harp:
sis kitty iman dan kasih harus berjalan seiringan...even kita punya iman yang bisa pindahkan gunung tanpa kasih tidak berguna
1 Kor 13:2
Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna .
jadi kurang lebih setuju dengan pendapat bro shakespeare karena yang kita amati hanya sebatas pengamatan kita...
salam :)
-
Penyampaian yang bagus, Shakes. (Ini pengakuan oyektif dari saya untuk Shakespeare, tapi yahhh... jatohnya subyektif juga sih?) :drool:
Hahaha... :afro: damai damai damai (ini juga subyektif, karena damai adalah harapan saya :) )
kalau begitu, kita bisa membuat check-list kadar keimanan pribadi. silakan isi dengan jawaban "ya" atau "tidak" pada pernyataan berikut ini (dirangkum dari jawaban para member):
1. saya rajin misa/ ibadah setiap hari Minggu
2. selain hari Minggu, saya masih ikut misa/ ibadah harian serta kegiatan pendalaman iman
3. saya rajin ikut kegiatan sosial
4. saya punya waktu khusus untuk berdoa secara pribadi
5. prioritas hidup saya: kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan sesama
6. saya bisa memindahkan gunung :rofl:
bila jawaban "ya" ada pada 5-6 pernyataan--> sangat beriman
bila jawaban "ya" berkisar 2-4 pernyataan --> lumayan beriman
bila tidak ada jawaban ya atau cuma 1 jawaban ya --> ayo BERTOBAT!!!!!!!! KIAMAT SUDAH DEKAT...!!!!!!!
:harp:
seingat saya ketika masih kuliah dan jadi anak kos dulu, saya sudah mampu memindahkan gunung, yaitu gunung nasi ke piring saya.. :rofl: jadi apakah saya cukup beriman?
:giggle:
-
kalau begitu, kita bisa membuat check-list kadar keimanan pribadi. silakan isi dengan jawaban "ya" atau "tidak" pada pernyataan berikut ini (dirangkum dari jawaban para member):
1. saya rajin misa/ ibadah setiap hari Minggu
2. selain hari Minggu, saya masih ikut misa/ ibadah harian serta kegiatan pendalaman iman
3. saya rajin ikut kegiatan sosial
4. saya punya waktu khusus untuk berdoa secara pribadi
2 s/d 4, tidak :D.
5. prioritas hidup saya: kemuliaan Tuhan dan kebahagiaan sesama
kebahagiaan diri tak duluin ... :blush:
6. saya bisa memindahkan gunung :rofl:
bisa kok, gunungan pasir ... :lol:
bila tidak ada jawaban ya atau cuma 1 jawaban ya --> ayo BERTOBAT!!!!!!!! KIAMAT SUDAH DEKAT...!!!!!!!
:harp:
sedekat apa nih, Lily ? :)
Bertobatlah ! .... tau tau bisa mati mendadak ... hehehe :D.
:)
salam.
-
2 s/d 4, tidak :D.
kebahagiaan diri tak duluin ... :blush:
bisa kok, gunungan pasir ... :lol:
sedekat apa nih, Lily ? :)
Bertobatlah ! .... tau tau bisa mati mendadak ... hehehe :D.
:)
salam.
Nahhh yang atas ini bener2 enggak obyektif .... :bsmile:
Sis Kitty disamakan dengan Sis Lily...
:giggle:
-
Saya menganalogikan seperti anak sekolah.
Kelulusan diasumsikan sebagai telah mendapatkan keselamatan dan hidup kekal.
Untuk mencapai kelulusan tersebut tentunya ada ujian2 yang harus dilewati.
Dan tentu ujian2 ini bersifat obyektif berupa penilaian angka, sehingga memudahkan bagi si anak tersebut menyadari bahwa dirinya berada pada posisi dimana.
Bila tidak ada ukuran obyektif, jangan2 sudah berpuas diri merasa telah melampui standar yang ada padahal kenyataannya belum.
:think:
-
Nahhh yang atas ini bener2 enggak obyektif .... :bsmile:
Sis Kitty disamakan dengan Sis Lily...
:giggle:
yo oloh ! maap... seribu maap Kitty.
Saya kurang naro perhatian bhw post itu dari hello Kitty ... maapken yaaa :)
Untuk mencapai kelulusan tersebut tentunya ada ujian2 yang harus dilewati.
Dan tentu ujian2 ini bersifat obyektif berupa penilaian angka, sehingga memudahkan bagi si anak tersebut menyadari bahwa dirinya berada pada posisi dimana.
Bila tidak ada ukuran obyektif, jangan2 sudah berpuas diri merasa telah melampui standar yang ada padahal kenyataannya belum.
:think:
Seorang anak telah melalui event ulangan/ujian.
1 + 1 dia isi = 10
2 x 2 dia isi = 2
dst yang jawabannya banyak yang salah.
subjektif
Ada yang nanya ke ni anak :
Q : gimana ulangannya ?
A (dgn yakin) : keciiilll... gecel
Q : kamu bisa ngisinya dan isinya bener ?
A (dgn yakin) : ya... tentu bener donk isinya
objektif
Dari hasil nilai ybs.... anak ini gak lulus.
Mungkin begitu yah maksudnya phooey ?
Kok perasaan saya nggak gitu cocok ya kalo diterapin ke Iman sso ? :).
IMO ibarat orang parisi dijaman Yesus tsb, sepertinya baik secara objektif maupun secara subjektif = OKE .... namun sepertinya, secara perkataan Yesus - kayaknya nggak OKE ? Dan itu yang ngomong Yesus loh .... (apakah ada sso dijaman sekarang yg bisa mewakili Yesus, dengan berkata kira kira seperti yang dikatakan Yesus semasa Dia hidup ?) Please CMIIW.
:)
salam.
-
yo oloh ! maap... seribu maap Kitty.
Saya kurang naro perhatian bhw post itu dari hello Kitty ... maapken yaaa :)
(http://i1165.photobucket.com/albums/q592/phooey777/83_marah_zpsf42a4ab0.jpg)
Cuman maaf doang ....... tanpa kue perdamaian ......
Bisa ditebak tuh .... ekspressi Sis Kitty ..................... :giggle:
Seorang anak telah melalui event ulangan/ujian.
1 + 1 dia isi = 10
2 x 2 dia isi = 2
dst yang jawabannya banyak yang salah.
subjektif
Ada yang nanya ke ni anak :
Q : gimana ulangannya ?
A (dgn yakin) : keciiilll... gecel
Q : kamu bisa ngisinya dan isinya bener ?
A (dgn yakin) : ya... tentu bener donk isinya
objektif
Dari hasil nilai ybs.... anak ini gak lulus.
Mungkin begitu yah maksudnya phooey ?
Kok perasaan saya nggak gitu cocok ya kalo diterapin ke Iman sso ? :).
IMO ibarat orang parisi dijaman Yesus tsb, sepertinya baik secara objektif maupun secara subjektif = OKE .... namun sepertinya, secara perkataan Yesus - kayaknya nggak OKE ? Dan itu yang ngomong Yesus loh .... (apakah ada sso dijaman sekarang yg bisa mewakili Yesus, dengan berkata kira kira seperti yang dikatakan Yesus semasa Dia hidup ?) Please CMIIW.
:)
salam.
Kalo dari masukan teman2 diatas, memang iman enggak bisa dibawa ke ukuran Obyektif. :nod:
-
(http://i1165.photobucket.com/albums/q592/phooey777/83_marah_zpsf42a4ab0.jpg)
Cuman maaf doang ....... tanpa kue perdamaian ......
Bisa ditebak tuh .... ekspressi Sis Kitty ..................... :giggle:
hiy.... ngeri banget ngliat tampangnya yang di foto .... :frantic:
Kue perdamaian-nya :
Kitty kalo lagi marah nggak yang kayak di foto, tapi malah makin ca'em ... :D.
Kalo dari masukan teman2 diatas, memang iman enggak bisa dibawa ke ukuran Obyektif. :nod:
tapi bisa dibawa ke ukuran subjektif, gak yah ? :think1:
:)
salam.
-
hiy.... ngeri banget ngliat tampangnya yang di foto .... :frantic:
Kue perdamaian-nya :
Kitty kalo lagi marah nggak yang kayak di foto, tapi malah makin ca'em ... :D.
tapi bisa dibawa ke ukuran subjektif, gak yah ? :think1:
:)
salam.
Ukuran subyektif menurut saya seperti dibawah ini.
Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,
26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"
(Joh 11:25-26 ITB)
GBU
:)
-
Ukuran subyektif menurut saya seperti dibawah ini.
Jawab Yesus: "Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,
26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?"
(Joh 11:25-26 ITB)
GBU
:)
Dalam pikiran saya, Yesus sendiri dalam mengasihi juga subyektif kok. Dia tidak memandang apakah seseorang itu pemungut cukai, penjahat yang hampir mati di kayu salib, pemimpin agama, bahkan para penganiayaNya, semuanya dikasihi. Bahkan semuanya dijanjikan keselamatan jika mau percaya kepadaNya. :afro:
Coba kalau Dia menggunakan ukuran obyektif, pasti orang2 yang setia melaksanakan hukum agama (Taurat) akan didahulukan untuk diselamatkan. Nyatanya, secara subyektif, Yesus berkata: "yang terdahulu akan menjadi yang terkemudian, sedangkan yang terkemudian akan menjadi terdahulu.." :grining:
Salam
-
Dalam pikiran saya, Yesus sendiri dalam mengasihi juga subyektif kok. Dia tidak memandang apakah seseorang itu pemungut cukai, penjahat yang hampir mati di kayu salib, pemimpin agama, bahkan para penganiayaNya, semuanya dikasihi. Bahkan semuanya dijanjikan keselamatan jika mau percaya kepadaNya. :afro:
Coba kalau Dia menggunakan ukuran obyektif, pasti orang2 yang setia melaksanakan hukum agama (Taurat) akan didahulukan untuk diselamatkan. Nyatanya, secara subyektif, Yesus berkata: "yang terdahulu akan menjadi yang terkemudian, sedangkan yang terkemudian akan menjadi terdahulu.." :grining:
Salam
Saya rada bingung shakes, susah buat saya untuk nangkep kalimat diatas :).
IMO, penilaian Yesus itu kok perasaan saya kayak diantara subjektif dan objektif - ya ?
Subjektif, karena Yesus yang menyatakannya sendiri .... namun secara bersamaan juga objektif - karena kan Tuhan yang menentukan ukuran2 objektif-nya, yakni FT yang tidak akan lepas dari hal iman dan perbuatan. Kesulitan yang timbul adalah kayaknya tidak ada seorang manusiapun yang bisa mengukur ukuran objektif yang disebut iman, but only perbuatan.
Jadi kalo mau dibilang Yesus cuma subjektif doang, kok kayaknya nggak juga yah ?
Gimana donk ? mungkin bisa ada yang tolong bantu jelasin ?.... :D.
:)
salam.
-
Saya rada bingung shakes, susah buat saya untuk nangkep kalimat diatas :).
IMO, penilaian Yesus itu kok perasaan saya kayak diantara subjektif dan objektif - ya ?
Subjektif, karena Yesus yang menyatakannya sendiri .... namun secara bersamaan juga objektif - karena kan Tuhan yang menentukan ukuran2 objektif-nya, yakni FT yang tidak akan lepas dari hal iman dan perbuatan. Kesulitan yang timbul adalah kayaknya tidak ada seorang manusiapun yang bisa mengukur ukuran objektif yang disebut iman, but only perbuatan.
Jadi kalo mau dibilang Yesus cuma subjektif doang, kok kayaknya nggak juga yah ?
Gimana donk ? mungkin bisa ada yang tolong bantu jelasin ?.... :D.
:)
salam.
He he he he,
kalau memperkarakan soal subyektif dan obyektif , jadi ingat bro "Lembut"
dan pada ahirnya jadi saru antara obyektif dan subyektif karena beda beda tipis
Tuyhan Yesus memberkati
Han
-
Saya rada bingung shakes, susah buat saya untuk nangkep kalimat diatas :).
Tumben Oda bingung dengan kalimat saya. Biasanya saya yang bingung nangkep kalimat Oda, hehe..... :giggle:
IMO, penilaian Yesus itu kok perasaan saya kayak diantara subjektif dan objektif - ya ?
Subjektif, karena Yesus yang menyatakannya sendiri .... namun secara bersamaan juga objektif - karena kan Tuhan yang menentukan ukuran2 objektif-nya, yakni FT yang tidak akan lepas dari hal iman dan perbuatan. Kesulitan yang timbul adalah kayaknya tidak ada seorang manusiapun yang bisa mengukur ukuran objektif yang disebut iman, but only perbuatan.
Jadi kalo mau dibilang Yesus cuma subjektif doang, kok kayaknya nggak juga yah ?
Gimana donk ? mungkin bisa ada yang tolong bantu jelasin ?.... :D.
:)
salam.
Intinya, tidak seperti IQ yang bisa diukur dengan menggunakan tes2 obyektif, iman tidak bisa diukur secara obyektif oleh manusia.
Dari sudut pandang manusia, ukuran yang dipakai Yesus sangat subyektif karena Dia menyelamatkan penjahat yang sedang dihukum di kayu salib tetapi menghardik ahli2 taurat yang seharusnya sudah mumpuni dalam ilmu agama.
Tetapi dari sudut pandang Tuhan, tentu saja Tuhan mempunyai ukuran obyektifitas yang sudah pasti berbeda dengan ukuran obyektifitas kita.
:)
Salam
-
Jadi enggak bisa ya Mod ... :think:
Kawatir aja .... siapa tahu seseorang begitu yakin bahwa dirinya beriman begitu sampai hari penghakiman ternyata ditolak.
:think:
ngga usah diukur2 Kung,
yang penting tetap rendah hati dan mohon kepadaNya agar diberi rahmat iman yg lebih besar setiap hari
:)
-
Dari sudut pandang manusia, ukuran yang dipakai Yesus sangat subyektif karena Dia menyelamatkan penjahat yang sedang dihukum di kayu salib tetapi menghardik ahli2 taurat yang seharusnya sudah mumpuni dalam ilmu agama.
Tetapi dari sudut pandang Tuhan, tentu saja Tuhan mempunyai ukuran obyektifitas yang sudah pasti berbeda dengan ukuran obyektifitas kita.
Oke oke.... dengan menggunakan 2 pov, saya mengerti sekarang ... :D.
Makasih shakes atas penjelasannya.
:)
salam.
-
Tumben Oda bingung dengan kalimat saya. Biasanya saya yang bingung nangkep kalimat Oda, hehe..... :giggle:
Intinya, tidak seperti IQ yang bisa diukur dengan menggunakan tes2 obyektif, iman tidak bisa diukur secara obyektif oleh manusia.
Dari sudut pandang manusia, ukuran yang dipakai Yesus sangat subyektif karena Dia menyelamatkan penjahat yang sedang dihukum di kayu salib tetapi menghardik ahli2 taurat yang seharusnya sudah mumpuni dalam ilmu agama.
Tetapi dari sudut pandang Tuhan, tentu saja Tuhan mempunyai ukuran obyektifitas yang sudah pasti berbeda dengan ukuran obyektifitas kita.
:)
Salam
ngga usah diukur2 Kung,
yang penting tetap rendah hati dan mohon kepadaNya agar diberi rahmat iman yg lebih besar setiap hari
:)
Thanks Mod Shakes dan Sis Lily atas penjelasannya ..............
:nod:
-
ngga usah diukur2 Kung,
yang penting tetap rendah hati dan mohon kepadaNya agar diberi rahmat iman yg lebih besar setiap hari
:)
Yah kalau di ukur ukur nanti mati kalau ukuran yang dipakai terlalu berat, semisal meminum RACUN MAUT
Tuhan Yesus mermberkati
Hani
-
seingat saya ketika masih kuliah dan jadi anak kos dulu, saya sudah mampu memindahkan gunung, yaitu gunung nasi ke piring saya.. :rofl: jadi apakah saya cukup beriman?
:giggle:
Haduh , kalau itu yang dipakai sebagai ukuran., Iman om belon nyampe deh kesitu !!
biasanya urusan memindahkan Gunungan nasi Om serahkan pada yang Punya Hajad
Tuhan Yesus memberkati
Han
-
Haduh , kalau itu yang dipakai sebagai ukuran., Iman om belon nyampe deh kesitu !!
biasanya urusan memindahkan Gunungan nasi Om serahkan pada yang Punya Hajad
Wk wk kw kwkwkwkwk itu justru lebih beriman, om.
:D
-
phooey,
seiring dengan yg saya sedang lagi belajar utk mencoba mengerti lebih jauh ttg iman dari thread saya di board nonK :
Adakah ukuran obyektif yang dapat diukurkan kepada iman seseorang.
dari masukan2 temen2 disini (misal shakes dll) --- mungkin disini ada baiknya kita pilah2 lagi .... jadi menyambung dari pertanyaan pada quote diatas : dari pov mana ?
A. pov orang lain ?
B. pov ybs (si pemilik iman) ? (subyektif ?)
C. pov Allah ?
Bener gak kira2 begitu, phooey ?
Maunya sih dengan ukuran tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kita beriman sedang2 saja atau beriman yang baik
Nah dari quote ini, sepertinya phooey sedang menanyakan pada point-B ... please CMIIW.
Kelanjutannya mungkin phooey bisa lebih rincikan atau memberi contoh2 soal ... hehehe :D.
:)
salam.
-
phooey,
seiring dengan yg saya sedang lagi belajar utk mencoba mengerti lebih jauh ttg iman dari thread saya di board nonK :
dari masukan2 temen2 disini (misal shakes dll) --- mungkin disini ada baiknya kita pilah2 lagi .... jadi menyambung dari pertanyaan pada quote diatas : dari pov mana ?
A. pov orang lain ?
B. pov ybs (si pemilik iman) ? (subyektif ?)
C. pov Allah ?
Bener gak kira2 begitu, phooey ?
Nah dari quote ini, sepertinya phooey sedang menanyakan pada point-B ... please CMIIW.
Kelanjutannya mungkin phooey bisa lebih rincikan atau memberi contoh2 soal ... hehehe :D.
:)
salam.
Mulai ke contoh dulu.
Tapi diskusi yang sejuk lho ya.
Ada seseorang bernama Pheeuy, penganut non sola fide.
Sudah nyumbang perpuluhan .... dimarahi Om Hin ... karena dianggap ikut taurat.
Sudah berbuat baik, dimana setiap bulan mengadakan acara amal membantu panti asuhan.
Tetapi semuanya dianggap sia2 karena dianggap tidak dilakukan berdasarkan iman.
Ada seseorang bernama Odidung, penganut sola fide.
Menyumbang perseribuan ... enggak dimarahi Om Hin ... karena tidak ikut taurat.
Sudah berbuat baik, dimana setiap sepuluh tahun sekali mengadakan acara amal membantu panti asuhan.
Tetapi yang sedikit ini dianggap tidak sia2 karena dianggap dilakukan berdasarkan iman.
Nah ... sementara contohnya ini.
Karena kita semua adalah manusia, maka sudut pandangnya harus manusia.
Kecuali ada yang pernah merasa jadi Tuhan ... :giggle:
Kembali ke pertanyaan, adakah ukuran obyektif yang dapat diukurkan bagi iman seseorang??
Silakann......
:ballspin:
-
Ada seseorang bernama Pheeuy, penganut non sola fide.
Sudah nyumbang perpuluhan .... dimarahi Om Hin ... karena dianggap ikut taurat.
Sudah berbuat baik, dimana setiap bulan mengadakan acara amal membantu panti asuhan.
Tetapi semuanya dianggap sia2 karena dianggap tidak dilakukan berdasarkan iman.
Nah ya itu yang saya nggak ngerti .... :
"penganggapan" itu ATAS DASAR APA dan pov SIAPA yah ?
Untuk pertanyaan "pov siapa ?" ---> tentu jawabannya adalah pov orang lain kan ? pov iman DILUAR iman si individu ybs.
Dari situ berlanjut : atas dasar apa para ungu menganggap (bahkan sepertinya malah MEMASTIKAN) pheeuy tidak didasari iman ?
Ada seseorang bernama Odidung, penganut sola fide.
Menyumbang perseribuan ... enggak dimarahi Om Hin ... karena tidak ikut taurat.
Sudah berbuat baik, dimana setiap sepuluh tahun sekali mengadakan acara amal membantu panti asuhan.
Tetapi yang sedikit ini dianggap tidak sia2 karena dianggap dilakukan berdasarkan iman.
idem pertanyaannya : atas dasar apa, para ungu menganggap odidung berdasarkan iman ?
Dari contoh tsb, ibarat rumus matematik maka jawabannya adalah :
atas dasar : apakah ungu itu biru ataupun merah.
Jadi "anggapan" tsb tergantung model si Om Hin itu (sebagai ungu) adalah biru ataukah merah.
Dua quote phooey diatas ....
Ada dimanakah si Oom Hin ? di biru ataukah merah ?
Karena kita semua adalah manusia, maka sudut pandangnya harus manusia.
susahnya disini phooey.... pov manusia sih ya pov manusia ... namun PATOKAN yg mana yg baku dari pov manusia itu sendiri ? Sementara suatu penilaian amat sangat tergantung --- apakah datangnya dari pov manusia merah ? ataukah pov manusia biru ?
Baik biru maupun merah tentu membakukan di kelompok mana dia berada ... bukankah begitu ? :).
Kembali ke pertanyaan, adakah ukuran obyektif yang dapat diukurkan bagi iman seseorang??
Nah dari uraian diatas, saya persempit lagi jadinya ... hehehe ... :D ... : dari pov mana ?
A. pov ungu sebagai merah ?
B. pov ungu sebagi biru ?
IMO, akan sulit sekali untuk meninjau "kasus" yang phooey ajukan.
Dan bagi saya (sebagai nonK) "jalan keluar"nya adalah meninjau secara general (saya sebagai ungu tidak di merah, tidak pula di biru).
:)
salam.
-
Nah ya itu yang saya nggak ngerti .... :
"penganggapan" itu ATAS DASAR APA dan pov SIAPA yah ?
Untuk pertanyaan "pov siapa ?" ---> tentu jawabannya adalah pov orang lain kan ? pov iman DILUAR iman si individu ybs.
Dari situ berlanjut : atas dasar apa para ungu menganggap (bahkan sepertinya malah MEMASTIKAN) pheeuy tidak didasari iman ?
idem pertanyaannya : atas dasar apa, para ungu menganggap odidung berdasarkan iman ?
Ya jelas sekali kalo POV nya Odidung ............... :giggle:
Dari contoh tsb, ibarat rumus matematik maka jawabannya adalah :
atas dasar : apakah ungu itu biru ataupun merah.
Jadi "anggapan" tsb tergantung model si Om Hin itu (sebagai ungu) adalah biru ataukah merah.
Dua quote phooey diatas ....
Ada dimanakah si Oom Hin ? di biru ataukah merah ?
susahnya disini phooey.... pov manusia sih ya pov manusia ... namun PATOKAN yg mana yg baku dari pov manusia itu sendiri ? Sementara suatu penilaian amat sangat tergantung --- apakah datangnya dari pov manusia merah ? ataukah pov manusia biru ?
Baik biru maupun merah tentu membakukan di kelompok mana dia berada ... bukankah begitu ? :).
Nah dari uraian diatas, saya persempit lagi jadinya ... hehehe ... :D ... : dari pov mana ?
A. pov ungu sebagai merah ?
B. pov ungu sebagi biru ?
IMO, akan sulit sekali untuk meninjau "kasus" yang phooey ajukan.
Dan bagi saya (sebagai nonK) "jalan keluar"nya adalah meninjau secara general (saya sebagai ungu tidak di merah, tidak pula di biru).
:)
salam.
Kalo Om Hin sebagai pelengkap saja ... karena beliau anti taurat :ballspin:
-
Ya jelas sekali kalo POV nya Odidung ............... :giggle:
Loh kok ? jadi pov si individu ybs itu sendiri ? Bukankah ini artinya jadi subjektif phooey ?
Kalo Om Hin sebagai pelengkap saja ... karena beliau anti taurat :ballspin:
kita abaikan nama Om Hin yaa... :).
Kita gunakan UNGU sebagai penilai.
UNGU = bukan individu ybs dan bersifat "kelompok".
Mr.X = individu yg di-nilai.
Phooey bertanya :
Adakah ukuran obyektif yang dapat diukurkan kepada iman seseorang.
Pertanyaan diatas melibatkan ungu dan mr.X
Ukuran obyektif ungu di ukurkan ke mr.X
Dari situ saya masih nggak ngerti secara spesifik dari pertanyaan phooey di quote atas ... karena :
secara ungu bersifat "kelompok" --- maka perlu diketahui dulu, apakah mr.X didalam "kelompok" tsb ?
so ?
:)
salam.
-
Loh kok ? jadi pov si individu ybs itu sendiri ? Bukankah ini artinya jadi subjektif phooey ?
kita abaikan nama Om Hin yaa... :).
Kita gunakan UNGU sebagai penilai.
UNGU = bukan individu ybs dan bersifat "kelompok".
Mr.X = individu yg di-nilai.
Phooey bertanya :
Pertanyaan diatas melibatkan ungu dan mr.X
Ukuran obyektif ungu di ukurkan ke mr.X
Dari situ saya masih nggak ngerti secara spesifik dari pertanyaan phooey di quote atas ... karena :
secara ungu bersifat "kelompok" --- maka perlu diketahui dulu, apakah mr.X didalam "kelompok" tsb ?
so ?
:)
salam.
Bisa diperjelas Om Oda ......
:think:
-
Bisa diperjelas Om Oda ......
:think:
ADAkah ukuran obyektif yang dapat diukurkan kepada iman seseorang.
Pertanyaan diatas itu maksudnya seperti ini bukan :
dibenak phooey sedang bertanya-tanya : "ADA gak sih ya ukuran obyektif-nya utk mengukur iman sso ?"
Jadi dari pertanyaan dibenak tsb, phooey BELUM mempertanyakan apa apa saja ukuran obyektifnya ... melainkan keberadaan ukuran obyektif itu sendiri ... ada atau kagak ?
Begitu bukan ?
Please CMIIW.
Dilain sisi, dari statement phooey sbb :
Maunya sih dengan ukuran tersebut, kita dapat mengetahui bahwa kita beriman sedang2 saja atau beriman yang baik
Dari yang bold ... disitu artinya benak phooey sudah memutuskan pertanyaan di quote pertama dengan jawaban ADA ... ada ukuran2 obyektif-nya.
Yang menjadi pertanyaan di benak saya :
Apakah phooey bermaksud menanyakan APA APA SAJA ukuran2 obyektif-nya tsb ?
Mohon maklum yah phooey ...
odading tukang bikin ribet ... hehehe :D.
:)
salam.
-
Pertanyaan diatas itu maksudnya seperti ini bukan :
dibenak phooey sedang bertanya-tanya : "ADA gak sih ya ukuran obyektif-nya utk mengukur iman sso ?"
Jadi dari pertanyaan dibenak tsb, phooey BELUM mempertanyakan apa apa saja ukuran obyektifnya ... melainkan keberadaan ukuran obyektif itu sendiri ... ada atau kagak ?
Begitu bukan ?
Please CMIIW.
Ya.
Kembali kepada contoh2, banyak orang merasa dirinya ber"iman" tetapi tidak diimbangi oleh perbuatannya.
Imannya tidak diimplementasi dalam perbuatan. Hanya perkataan belaka.
Karena itu ... apakah ada ukuran obyektif untuk iman.
Dilain sisi, dari statement phooey sbb : Dari yang bold ... disitu artinya benak phooey sudah memutuskan pertanyaan di quote pertama dengan jawaban ADA ... ada ukuran2 obyektif-nya.
Yang menjadi pertanyaan di benak saya :
Apakah phooey bermaksud menanyakan APA APA SAJA ukuran2 obyektif-nya tsb ?
Mohon maklum yah phooey ...
odading tukang bikin ribet ... hehehe :D.
:)
salam.
Walau saya kebingungan dengan tulisan Pak Ribet, dapat saya katakan iya.
Karena bila perbuatan dipakai sebagai ukuran obyektif, pasti tidak semua sependapat.
:)
-
Loh kok ? jadi pov si individu ybs itu sendiri ? Bukankah ini artinya jadi subjektif phooey ?
kita abaikan nama Om Hin yaa... :).
Haduuuh kenapa oom hin diabaikan ???
apa pada mau kembali ke Taurat sewaktu oom hin di gunung nebo ???
Tuhan Yesus memberkati
Han
-
Gunung nebo tuh dimana sih om?
-
Gunung nebo tuh dimana sih om?
P. Lama: Ulangan: 34
34:1. Kemudian naiklah Musa dari dataran Moab ke atas gunung Nebo, yakni ke atas puncak Pisga, yang di tentangan Yerikho, lalu Tuhan memperlihatkan kepadanya seluruh negeri itu: daerah Gilead sampai ke kota Dan,
Tuhan Yesus memberkati
Han
-
Kan menurut om PL udah gak berlaku.
-
Dengan demikian, pertanyaan pada judul thread :
ADA-kah ukuran obyektif yang dapat diukurkan bagi iman seseorang ?
kalo menurut odading : Tidak ada .... karena :
bila perbuatan dipakai sebagai ukuran obyektif, pasti tidak semua sependapat.
Ya - sependapat :).
:)
salam.
-
Kan menurut om PL udah gak berlaku.
Yah memang PL udah engga belaku lagi makanya oom berani ke gunung Nebo
TYuhan Yesus memberkati
Han
-
Jangankan cuma gunung Nebo om, segala gunung boleh koq didaki. He he he.
-
Yah memang PL udah engga belaku lagi makanya oom berani ke gunung Nebo
TYuhan Yesus memberkati
Han
Waduhhh ternyata Om Han udah pernah ke tanah suci Yerusalem :afro:
Dalam rangka mencari Iman atau mengimplementasikan Iman ??
:D
-
Waduhhh ternyata Om Han udah pernah ke tanah suci Yerusalem :afro:
Dalam rangka mencari Iman atau mengimplementasikan Iman ??
:D
dari gunung nebo yaitu puncak pisqa dapat dilihat seluruh negri itu (dengan keindahannya)
dan dari dago Tea house dapatdilihatkeindahan kota Bandung
Tuhan Yesus memberkati
Han
-
Bukannya di the Peak lebih terlihat, om?
Kecuali lagi ada kabut tentunya.
-
Bukannya di the Peak lebih terlihat, om?
Kecuali lagi ada kabut tentunya.
Bagi "orang Kuno" masih teringat sama Dago tea house
Tuhan Yesus memberkati
Han
-
Mungkin sudah waktunya update om, he he he he.
Atau.... Mungkin Dago Teahouse menyimpan kenagan masa lalu ya...
:D
-
Mungkin sudah waktunya update om, he he he he.
:D
Hehehe...
Bro Sniper bisa saja.
Kalo usia ... enggak ada expiration date nya.
Jadi enggak perlu di up date
:P
-
Yang diupdate dago teahouse nya, jadi the peak.
Bagito he he he
-
Mungkin sudah waktunya update om, he he he he.
Atau.... Mungkin Dago Teahouse menyimpan kenagan masa lalu ya...
:D
Aduh ,kalo di update oom khawatir ada memory penting yang ikut terhapus,
dan termasuk ada ayat yang terhapus karena masih satu cluster
Tuhanyesus memberkati
han
-
Hehehe...
Bro Sniper bisa saja.
Kalo usia ... enggak ada expiration date nya.
Jadi enggak perlu di up date
:P
Tang Tua tua cuma bisa mempertahankan Awet Tua saja
apalagi kalo tidak diperbolehkan bunuh diri oleh gereja
he he he he
Tuhan Yesus memberkati
han
-
Yang diupdate dago teahouse nya, jadi the peak.
Bagito he he he
Kenyataan ini yang om belon bisa terima untuk meng hapus memory
biar Lotery diganti Dana sopsial diganti PORKAS .diganti SDSB tetep aja sama itu itu juga sih
Tuhan Yesus memberkati
han