Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertaimu RHCP.Postingan saya itu, hanya untuk membuka peluang pada pikiran bahwa mengeluarkan sperma dari dalam tubuh lelaki, bukan hanya dengan senggama atau masturbasi. Bisa saja sperma dikeluarkan dari dalam tubuh lelaki bukan karna senggama ato masturbasi.
Jangan takut RHCP, Tuhan menyertaimu.
Nah, kalo menurut pikiran saya, kedua hal itu bisa saja. Bagi yang berpikiran bahwa peminjaman kandungan untuk melangsungkan eksistensi diri dipandang tidak sesuai dengan kebijakan Tuhan, cukup logis. Sebab, kalau Tuhan mau, Tuhan bisa saja membuat segala sesuatu organ tubuh seorang manusia berfungsi dengan baik. Dalam hal alat reproduksi sepasang manusia tidak sempurna, itu diartikan bahwa Tuhan menghendaki agar eksistensi pasangan tersebut terhenti sampai disitu saja. Pikiran seperti itu logis, menurut saya.
Di sisi lain, kepada manusia diberi akal pikiran yang dapat digunakan untuk kebaikan. Nah, pada saat pikiran manusia melalui ilmu pengetahuan sudah mampu menyediakan dan mempraktikkan peminjaman kandungan untuk meneruskan eksistensi seseorang, bisa juga diartikan sebagai perkenan dari Tuhan. Walau alat reproduksi manusia itu mengalami kendala, ternyata Tuhan memberikan kemampuan berpikir dan meneliti bagaimana cara mengatasi masalah kendala alat reproduksi itu. Nah, dalam hal seperti ini, logis juga menyimpulkan bahwa Tuhan memberi akal pada manusia agar manusia itu memapu memecahkan masalahnya.
Damai, damai, damai.
Mengenai scenario yg Anda berikan ini, bro Husada, aku jadi berpikir, mengapa calon orang tua yg memilih "surrogate pregnancy" itu repot2 dan nekad melakukan sesuatu yg kontroversial dan rawan melibatkan dosa besar? Belum lagi resiko medis yg ada jika mereka menempuh cara ini.
Kalo hanya ingin punya anak, mengapa tidak adopsi aja? "Surrogate pregnancy" IMHO tidak beda dengan adopsi.
Ya, tentu saja perbedaan besar adalah si anak ini membawa gen2 dari orang tuanya.
Tapi apakah ini menjadi suatu jaminan bahwa si anak akan tumbuh menjadi orang hebat seperti yg dibayangkan oleh orang tuanya?
Mengapa tidak memilih dgn cara adopsi saja? Toh experience nya akan sama, mereka akan memiliki seorang anak yg dapat menjadi penyaluran cinta kasih mereka.
Anak adopsi juga bukan berarti bahwa anak itu akan lebih jelek daripada anak biologis yg membawa gen2 mereka.
Aku memang tidak bisa mewakili perasaan pasangan2 yg mendambakan keturunan tapi tidak dapat memiliki anak kandung, karena jujur aku belum pernah berada dalam situasi demikian.
Tapi aku mencoba memandang dari sudut pandang logis, jika Tuhan tidak memberikan anugerah anak kepada mereka, bukankah mungkin saja Tuhan menghendaki mereka menyalurkan kasih sayang mereka kepada anak2 lain yg kurang beruntung, i.e. dengan mengadopsi anak dari orang2 yg tidak mampu membesarkan anak mereka?
Aku masih tidak dapat memikirkan adanya justifikasi bagi alasan dan pertimbangan moral utk melakukan "surrogate pregnancy".
IMHO, memilih "surrogate pregnancy" itu tidak lebih dari sekedar memenuhi ego orang tua, dan bukan utk berusaha menjalankan kehendak dan rencana Allah.
Any comments dari rekan2 semua?