ada beberapa pertanyaan utk teman2 katolik.
1. kenapa deuterokanika dipertahankan dalam Alkitab ?
2. deuterokanonika ada tindakan bunuh diri, apakah layah dimasukan sbg Kitab Suci.
terima kasih.
Deuterokanonika dipertahankan
1. Deuterokanonika adalah penetapan Gereja Katolik untuk menegaskan kembali kanon Kitab Suci yang sudah digunakan sejak dahulu, yakni terjemahan Septuaginta (yang digunakan oleh Yesus, Para Rasul dan Pengarang Injil) dan juga Perjanjian Baru tanpa edit dari Luther. Sebagai catatan, perbedaan Alkitab protestan (salah satunya terbitan LAI) dan Kitab Suci yang diakui GK (terjemahan resmi bahasa indonesia ditangguhkan penerbitannya karena alasan khusus) bukan saja 7 kitab yang terdapat dalam deuterokanonika tapi tidak terdapat dalam Kitab Suci Masoretic Ibrani namun juga soal terjemahannya.
2. Karena Deuterokanonika ini bersumber pada LXX yang digunakan oleh Yesus, Para Rasul dan Pengarang Injil maka dengan sendirinya frase-frase kutipan PB yang mengacu ke PL akan lebih tersambung jika menggunakan sumber yang sama. Contoh Rom 9:33 & 1 Pet 2:6 dengan Yes 28:16, jika GB lihat dengan LAI (dan semua versi protestan dari berbagai bahasa) pasti akan beda. Sesuatu yang tidak akan terjadi jika GB menggunakan KS edisi Katolik.
3. Since Late Antiquity, once attributed to a Council of Jamnia,
mainstream rabbinic Judaism rejected the Septuagint as valid Jewish scriptural texts. Several reasons have been given for this. First, some mistranslations were claimed. Second, the Hebrew source texts used for the Septuagint differed from the Masoretic tradition of Hebrew texts, which was chosen as canonical by the Jewish rabbis. Third,
the rabbis wanted to distinguish their tradition from the newly emerging tradition of Christianity. Finally, the rabbis claimed for the Hebrew language a divine authority, in contrast to Aramaic or Greek - even though these languages were the lingua franca of Jews during this period (and Aramaic would eventually be given the same holy language status as Hebrew).
4. St. Jerome. In his later years St. Jerome did indeed accept the Deuterocanonical books of the Bible. In fact, he wound up strenuously defending their status as inspired Scripture, writing, "What sin have I committed if I followed the judgment of the churches? But he who brings charges against me for relating the objections that the Hebrews are wont to raise against the story of Susanna, the Son of the Three Children, and the story of Bel and the Dragon, which are not found in the Hebrew volume (ie. canon), proves that he is just a foolish sycophant. For I wasn't relating my own personal views, but rather the remarks that they [the Jews] are wont to make against us" (Against Rufinus 11:33 [A.D. 402]). In earlier correspondence with Pope Damasus, Jerome did not call the deuterocanonical books unscriptural, he simply said that Jews he knew did not regard them as canonical. But for himself, he acknowledged the authority of the Church in defining the canon.
5. Setelah Yesus memberi mandat kepada para rasul, wewenang mengajar tidak lagi terletak pada Sanhedrin, apalagi sekelompok rabi Yahudi tetapi kepada GEREJA.
Singkatnya,
1. karena Gereja sejak semula menetapkan untuk menggunakan kitab-kitab yang sama dengan yang dipakai Yesus, Para Rasul dan Pengarang Injil.
2. Wewenang mengajar pengikut Kristus pasti bukan pada rabi Yahudi (kaum farisi yang mendominasi Jamnia) tapi pada Gereja.
3. Jelas sekali, konsili Jamnia menyusun kanon untuk membuat Yudaisme berbeda dengan Kristianitas.