Author Topic: Predestinasi/freewill (lagi)  (Read 40717 times)

0 Members and 5 Guests are viewing this topic.

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #180 on: September 17, 2013, 01:32:00 AM »
btw, saya nyari-in text hijau-nya kok gak ada yah ? apa ada di post yang sebelum2nya ?

Iya. Saya lupa kasih ijo-ijo di kutipan post bro Husada  :swt: Mau diedit, tombol editnya udah ilang.. :doh:

Quote
Kok saya bingung yah dengan dua quote diatas ? :D.
Berdasarkan merah, Yang ijo = kehilangan freewill ... tapi di ungu, kok masih bisa memilih ya bud ?

Iya saya juga bingung. :swt:

Makanya saya mau nanya dulu sama bro Husada. Itu kan dari post bro Husada yang ini (yang lupa saya ijo-in :swt:)

Quote
...Jadi, ketika sesorang itu menanggapi rangsang yang datang dengan sadar, di waktu itu dia menggunakan freewill-nya, lepas dari apakah responnya positif ato negatif. Pada saat orang itu hanya merespon tanpa sadar, hanya berdasar naluri saja, orang itu kehilangan freewill-nya.


Cheers

Offline Husada

  • FIK council
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 3585
  • Reputation Power:
  • Gerejaku Didirikan oleh Yesus Kristus
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #181 on: September 17, 2013, 08:31:16 AM »
Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertaimu, Bud.
Ada dua hal yg menarik perhatian saya. Pertama yg biru.

Pelatihan pengendalian pikiran dan perasaan ini seperti apa ya bro Husada? Saya sangat tertarik dng hal-hal yg berkaitan dng pendidikan (pelatihan itu semacam pendidikan, kan?) Ketik saya membayangkan sebuah pelatihan, saya membayangkan sebuah interaksi. Interaksi dng materi pelatihan, interaksi dng orang lain, interaksi dng diri sendiri, dst dst. Dng kata lain, dalam bayangan saya, pelatihan adalah sebuah event sosial. Nah, ini menuntun saya ke pertanyaan: "kalau pelatihan itu sosial, maka hasil pelatihan tsb juga merupakan ekspresi dari yang sosial, bukan personal (sendirian). Lalu, di mana aspek free-nya?"

Dengan kata lain, karena melalui proses pelatihan yg bersifat sosial, will seseorang merupakan hasil pengaruh dari banyak hal atau pihak. Orang tidak dapat menempatkan dirinya dalam suatu kondisi yg "vakum" di mana ia dapat mengembangkan sebuah will yg 100% berasal dari dirinya sendiri. Kalu sudah begini, bagaimanakah atau kapankah will dapat dilihat (baik oleh manusia maupun Allah) sebagai sesuatu yg free?
Saya kira, pelatihan ato lebih spesifik, latihantidak selalu harus ada interaksi antar subyek, bisa saja interaksi antara subyek dengan obyek. Misal, seorang pelajar yang mengerjakan pelatihan ato latihan pemecahan soal-soal di rumah, itu tidak berinteraksi antarasubyek, melainkan aksi satu arah, dari si pelajar ke obyek (buku pelajaran). Jadi, tidak selalu merupakan event sosial.

kalau pelatihan itu sosial, maka hasil pelatihan tsb juga merupakan ekspresi dari yang sosial, bukan personal (sendirian). Lalu, di mana aspek free-nya?" Saya pikir, ekspresi sosial itu juga merupakan kumulasi dari ekspresi individual yang dihimpun dengan aturan yang disepakati (baik lisan maupun tertulis), meskipun aplikasi aturan itu bisa bervariasi antarindividu. Jadi, faktor freewill pada ekspresi sosial yang Budi maksudkan itu, terdapat pada munculnya variasi-variasi sikap anggota sosial tersebut.

Kelihatannya, antara pelatihan dengan latihan, Budi lebih memperhatikan pelatihan, ya? Tidak salah, tetapi, dalam ekspresi-ekspresi individual untuk merespon rangsang yang diterima oleh orang itu, justru dominasi perhatian harus ditujukan kepada latihan, bukan pelatihan. Respon seseorang terhadap suatu stimulan yang diterimanya, dominan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya, termasuk latihan-latihan (juga pelatihan) yang telah dijalaninya. Itu menurut saya, lho. Saya pikir, berdasar logika normal dan sehat. :drool:
Quote
Kedua, yang hijau.

Menurut yang hijau, orang bisa merespon stimulan dari luar dirinya secara sadar maupun tidak sadar. Kalau secara sadar, maka ia menggunakan freewill. Kalau tidak sadar, maka ia kehilangan freewill. Yang secara tidak sadar ini disebut secara naluriah.

Pertanyaan saya ada tiga:
1. respon yang sadar (tidak naluriah) ini seperti apa? respon yang tidak-sadar (naluriah) ini seperti apa?
2. Mengapa yg tidak nalurah disebut memakai freewill? Mengapa yang naluriah disebut tidak memakai freewill?
3. Kalau ada orang yg secara naluriah memilih utk ikut Allah (katakanlah naluri takut penderitaan di Neraka), apakah pilihan orang tsb akan dianggap "tidak sah" oleh Allah?
Respon yang sadar, misalnya ada permintaan Ketua RT untuk negumpul di balai RT. Seorang warga yang sadar akan bertanya, "Acaranya apa?" Setelah mendapat informasi itu, si warga tersebut akan menyiapkan segala sesuatu yang mungkin bisa disiapkannya terkait dengan acara yang dimaksudkan. Sementara warga yang tidak sadar, diminta ngumpul, langsung ngumpul tanpa persiapan apa-apa.

Kalo merespon tidak dengan naluriah, artinya orang itu merespon dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan dalam batas kemampuannya. Orang itu merespon tidak sekedar asal-asalan, tetapi menginginkan interaksi yang optimal antara pemberi stimulan dengan dirinya. Kalau memungkinkan untuk memperoleh keuntungan bersama, misalnya sama-sama senang, itu yang diupayakan. Nah, dalam mengupayakan optimalisasi itulah dia menggunakan freewillnya untuk menggalang kesenanga bersama. Sementara, bila merespon hanya dengan naluriah, tidak mempertimbangkan mendalam, hanya sekenanya saja. Kalo lapar, makan, tidak perlu puasa. Kalo ngantuk, tidur, tidak perlu berjaga. Kalo tidak tahu, diam saja, tidak merasa perlu mengetahui, dll, dll.
Quote
Cheers
Damai, damai, damai.
PRO ECCLESIA ET PATRIA, PRO PATRIA ET ECCLESIA

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #182 on: September 17, 2013, 12:32:57 PM »
Tidak, bro, Allah memberi freewill kepada manusia, apapun keputusan yang diambil oleh manusia itu. Itu adalah wujud Kasih Allah, yang memberikan manusia untuk memutuskan pilihan yang dibuatnya sendiri.

Itulah juga 'jawab' dari thread saya mengenai mengapa Allah tidak mencegah Adam dan Hawa saat akan memetik buah pengetahuan.

Syalom

Saya sependapat dengan Bro Salt, tetapi bukankah ada event tertentu dimana memang Allah mempredestinasikan.


....  Bunda Maria ini dapat dikategorikan Predestinasi ga ya   ??

 :)
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline salt

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 2507
  • Reputation Power:
  • Denominasi: **
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #183 on: September 17, 2013, 12:48:12 PM »
Saya sependapat dengan Bro Salt, tetapi bukankah ada event tertentu dimana memang Allah mempredestinasikan.


....  Bunda Maria ini dapat dikategorikan Predestinasi ga ya   ??

 :)

Menurut saya tidak, bro. Sepenuhnya adalah freewill Maria.
Tuhan memang memilih Maria, Tuhan tahu pasti (dengan KemahatahuanNya) Maria tidak akan menolak.

Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia. 

Syalom

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #184 on: September 18, 2013, 09:07:09 AM »
Menurut saya tidak, bro. Sepenuhnya adalah freewill Maria.
Tuhan memang memilih Maria, Tuhan tahu pasti (dengan KemahatahuanNya) Maria tidak akan menolak.

Kata Maria: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu." Lalu malaikat itu meninggalkan dia. 

Syalom

Jadi Allah bertindak ..... selain menggunakan ke Maha-kuasaanNya menggunakan pula ke Maha-tahuanNya

 :)
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline salt

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 2507
  • Reputation Power:
  • Denominasi: **
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #185 on: September 18, 2013, 12:36:07 PM »
Jadi Allah bertindak ..... selain menggunakan ke Maha-kuasaanNya menggunakan pula ke Maha-tahuanNya

 :)

Lhoh, apakah menggunakan 'kemahatahuan' , 'kemahakuasaan' ataupun 'kemahaadaan' itu terpisah pisah bagai jurus silat, kung?

 :D

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #186 on: September 18, 2013, 12:44:12 PM »
Lhoh, apakah menggunakan 'kemahatahuan' , 'kemahakuasaan' ataupun 'kemahaadaan' itu terpisah pisah bagai jurus silat, kung?

 :D

Kan ada yang berpendapat "suka2"
Enggak demokratis .... main perintah

hehehehe  :)
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline salt

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 2507
  • Reputation Power:
  • Denominasi: **
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #187 on: September 18, 2013, 12:47:09 PM »
Kan ada yang berpendapat "suka2"
Enggak demokratis .... main perintah

hehehehe  :)

Heeehhm, tapi koq saya gak terbayang kalau jadi berbagai jurus silat ya, he he he.
Soalnya, kita sering terjebak dengan pola pikir manusia, dan celakanya diterapkan untuk Tuhan, ya kurang pas sih.

He he he

Syalom

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #188 on: September 19, 2013, 01:21:45 AM »
Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertaimu, Bud.Saya kira, pelatihan ato lebih spesifik, latihantidak selalu harus ada interaksi antar subyek, bisa saja interaksi antara subyek dengan obyek. Misal, seorang pelajar yang mengerjakan pelatihan ato latihan pemecahan soal-soal di rumah, itu tidak berinteraksi antarasubyek, melainkan aksi satu arah, dari si pelajar ke obyek (buku pelajaran). Jadi, tidak selalu merupakan event sosial.

kalau pelatihan itu sosial, maka hasil pelatihan tsb juga merupakan ekspresi dari yang sosial, bukan personal (sendirian). Lalu, di mana aspek free-nya?" Saya pikir, ekspresi sosial itu juga merupakan kumulasi dari ekspresi individual yang dihimpun dengan aturan yang disepakati (baik lisan maupun tertulis), meskipun aplikasi aturan itu bisa bervariasi antarindividu. Jadi, faktor freewill pada ekspresi sosial yang Budi maksudkan itu, terdapat pada munculnya variasi-variasi sikap anggota sosial tersebut.

Kelihatannya, antara pelatihan dengan latihan, Budi lebih memperhatikan pelatihan, ya? Tidak salah, tetapi, dalam ekspresi-ekspresi individual untuk merespon rangsang yang diterima oleh orang itu, justru dominasi perhatian harus ditujukan kepada latihan, bukan pelatihan. Respon seseorang terhadap suatu stimulan yang diterimanya, dominan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalunya, termasuk latihan-latihan (juga pelatihan) yang telah dijalaninya. Itu menurut saya, lho. Saya pikir, berdasar logika normal dan sehat.:drool:

Sebenarnya buku pelajaran juga adalah hasil dari sebuah event sosial dan membaca buku adalah sebuah event sosial.

Anyway, sedikit2 saya mulai memahami pengertian bro husada ttg freewill. Dari yg biru, saya menyimpulkan bahwa bro husada melihat freewill bukan sebagai sesuatu yg berdimensi individual, melainkan sesuatu yg berdimensi sosial atau kolektif namun tereksresikan secara individual melalui anggota2 yg sosial tsb. (Betul nggak ya? CMIIW).

Saya jadi ingat doktrin EENS. Dikatakan bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan dan IMO ini sejalan dng konsep freewill yg bro husada jelaskan. Gereja berperan sebagai lingkungan sosial yg mendidik seseorang sehingga tumbuhlah sebuah will untuk mau ikut Allah. Dengan demikian, masuk akallah istilah EENS itu.

Quote
Respon yang sadar, misalnya ada permintaan Ketua RT untuk negumpul di balai RT. Seorang warga yang sadar akan bertanya, "Acaranya apa?" Setelah mendapat informasi itu, si warga tersebut akan menyiapkan segala sesuatu yang mungkin bisa disiapkannya terkait dengan acara yang dimaksudkan. Sementara warga yang tidak sadar, diminta ngumpul, langsung ngumpul tanpa persiapan apa-apa.

Kalo merespon tidak dengan naluriah, artinya orang itu merespon dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan dalam batas kemampuannya. Orang itu merespon tidak sekedar asal-asalan, tetapi menginginkan interaksi yang optimal antara pemberi stimulan dengan dirinya. Kalau memungkinkan untuk memperoleh keuntungan bersama, misalnya sama-sama senang, itu yang diupayakan. Nah, dalam mengupayakan optimalisasi itulah dia menggunakan freewillnya untuk menggalang kesenanga bersama. Sementara, bila merespon hanya dengan naluriah, tidak mempertimbangkan mendalam, hanya sekenanya saja. Kalo lapar, makan, tidak perlu puasa. Kalo ngantuk, tidur, tidak perlu berjaga. Kalo tidak tahu, diam saja, tidak merasa perlu mengetahui, dll, dll.
I see. Saya mengerti maksud bro husada.

***

Kembali ke perumpamaan tanah baik dan tanah jelek, saya menyimpulkan dari penjelasan bro husada di atas bahwa orang menjadi tanah yg baik atau yg jelek adalah karena dinamika faktor sosial yg membentuknya sejak awal (bayi) hingga me-nurture-nya saat ini.

Bila memakai permisalan saya ttg si A dan si B di atas, si A bisa punya will yg memilih opsi 'ikut Allah' adalah karena sejak awal ia berada dan bertumbuh dalam lingkungan sosial yg mendidik dia untuk melihat opsi “ikut Allah” sebagai pilihan yg baik, yg masuk akal, yg benar. Sementara si B bisa punya will yg meilih opsi “tidak ikut Allah”adalah karena sejak awal ia berada dan bertumbuh dalam lingkungan sosial yg mendidik dia untuk melihat opsi “tidak ikut Allah” sebagai pilihan yg baik, yg masuk akal, yg benar.

Dengan demikian, IMO cukup masuk akal istilah freewill itu karena baik si A maupun si B dalam membuat pilihannya merupakan hasil pilihannya sendiri (bukan dorongan/paksaan dari luar diri).

Apakah kesimpulan saya ini benar, bro husada?

Dan satu lagi, ttg kumpul2 di balai RT itu, bukankah kedua macam orang tsb pada akhirnya sama-sama muncul di Balai RT? Apakah ini berarti bahwa yg memilih dng freewill dan memilih dng naluri sama-sama masuk Surga?



Cheers

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #189 on: September 19, 2013, 02:18:33 AM »
permisiiii.... Saya tertariiiiikkkk ... (untuk comment) :D :lol:

Karena tulisan husada sangat berat buat saya ... dan budi sudah menyimpulkannya - maka maap ya... yang saya "samber" quote budi :D.

Kembali ke perumpamaan tanah baik dan tanah jelek, saya menyimpulkan dari penjelasan bro husada di atas bahwa orang menjadi tanah yg baik atau yg jelek adalah karena dinamika faktor sosial yg membentuknya sejak awal (bayi) hingga me-nurture-nya saat ini.


Pada bold, kalimat merah (imo) itu semacam "pemicu" saja. Masih ada hal2 lain yg mempengaruhi "tanah" tsb dan (setidaknya bagi saya) amat sulit dijelaskan.

Benak saya nyrempet ke kata "akhlak". Apa sih ya "akhlak" itu sebenernya ? Apakah akhlak bawaan dari lahir (predestined) ? Mungkinkah "akhlak" seorang manusia berubah (freewill) ? (terserah, dari yg jelek menjadi bagus ataupun vice-versa-nya). Ataukah jangan2 "akhlak" aslinya yg justru belum keluar/keliatan/ketauan (predestined) ? Apakah "akhlak" ada keterkaitannya dengan 4 jenis "tanah" parabel penabur ? Kayaknya nggak yah ?

:)
salam.
« Last Edit: September 19, 2013, 02:21:38 AM by odading »

Offline budi

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 488
  • Reputation Power:
  • Denominasi: kristen
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #190 on: September 19, 2013, 02:38:24 AM »

Benak saya nyrempet ke kata "akhlak". Apa sih ya "akhlak" itu sebenernya ? Apakah akhlak bawaan dari lahir (predestined) ? Mungkinkah "akhlak" seorang manusia berubah (freewill) ? (terserah, dari yg jelek menjadi bagus ataupun vice-versa-nya). Ataukah jangan2 "akhlak" aslinya yg justru belum keluar/keliatan/ketauan (predestined) ? Apakah "akhlak" ada keterkaitannya dengan 4 jenis "tanah" parabel penabur ? Kayaknya nggak yah ?


'Akhlak' itu kayaknya kata lain dari 'sifat moral'. Dan kalo bener begitu, ya akhlak merupakan produk sosial juga sih.

Tapi, faktor bawaan kayaknya juga ada, yaitu faktor genetika. Tapi, kalo nggak salah, gen juga bisa berubah (mutasi) oleh karena lingkungan. Misal: kebanyakan makan gandum/jagung GMO (Genetically Modified Organism), orang US lama-kelamaan jadi bionic  :giggle: --> GMO di US diproduksikan oleh perusahaan swasta bernama Monsanto, yg produk utamanya adalah semacam herbisida (merknya Round-Up kalo nggak salah) -->Round-Up ini ganas dan bisa merusak tanah dan tanaman. So, Monsanto buat biji-bijian GMO supaya tahan thd efek Round-Up --> Monsanto ditunjuk Obama untuk berkuasa di FDA (Food and Drug Administration), lembaga yg mengatur legalitas makanan dan obat-obatan --> Nggak heran semua GMOnya Monsanto dicap legal.

(Monsanto buka pabrik juga di Tangerang. Di sini namanya Monagro Kimia --> ini pabrik herbisida. Di Jatim, dia buka pabrik biji2an-nya. Sudah ada yg ribut soal ini? Belum. Padahal ini berbahaya bgt. Yuk kita ributkan :D)

Singkatnya, gen bisa bermutasi event sosial juga (politik).


Cheers
« Last Edit: September 19, 2013, 02:47:05 AM by budi »

Offline Husada

  • FIK council
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 3585
  • Reputation Power:
  • Gerejaku Didirikan oleh Yesus Kristus
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #191 on: September 19, 2013, 08:22:15 AM »
Damai sejahtera Tuhan Jesus Kristus menyertaimu, Bud.
Sebenarnya buku pelajaran juga adalah hasil dari sebuah event sosial dan membaca buku adalah sebuah event sosial.
Baiklah. Tidak masalah.

Quote
Anyway, sedikit2 saya mulai memahami pengertian bro husada ttg freewill. Dari yg biru, saya menyimpulkan bahwa bro husada melihat freewill bukan sebagai sesuatu yg berdimensi individual, melainkan sesuatu yg berdimensi sosial atau kolektif namun tereksresikan secara individual melalui anggota2 yg sosial tsb. (Betul nggak ya? CMIIW).
Bisa juga dimaknai seperti itu. Tetapi, yang saya maksudkan ialah, bahwa freewill berdimensi sosial itu merupakan kumulasi dari freewill berdimensi individual dari masing-masing anggota masyarakat sosial. Agar tidak saling betubrukan, selain karena masing-masing individu menjaga, juga karena ada aturan universal. Namun, meski ada aturan universal, ada saja yang anomali, menubruk aturan universal tersebut. Wehhh... makin lebar, deh.

Quote
Saya jadi ingat doktrin EENS. Dikatakan bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan dan IMO ini sejalan dng konsep freewill yg bro husada jelaskan. Gereja berperan sebagai lingkungan sosial yg mendidik seseorang sehingga tumbuhlah sebuah will untuk mau ikut Allah. Dengan demikian, masuk akallah istilah EENS itu.
I see. Saya mengerti maksud bro husada.
Puji Jesus. Syukur bagi Allah, terima kasih bagi Budi.

***

Quote
Kembali ke perumpamaan tanah baik dan tanah jelek, saya menyimpulkan dari penjelasan bro husada di atas bahwa orang menjadi tanah yg baik atau yg jelek adalah karena dinamika faktor sosial yg membentuknya sejak awal (bayi) hingga me-nurture-nya saat ini.

Bila memakai permisalan saya ttg si A dan si B di atas, si A bisa punya will yg memilih opsi 'ikut Allah' adalah karena sejak awal ia berada dan bertumbuh dalam lingkungan sosial yg mendidik dia untuk melihat opsi “ikut Allah” sebagai pilihan yg baik, yg masuk akal, yg benar. Sementara si B bisa punya will yg meilih opsi “tidak ikut Allah”adalah karena sejak awal ia berada dan bertumbuh dalam lingkungan sosial yg mendidik dia untuk melihat opsi “tidak ikut Allah” sebagai pilihan yg baik, yg masuk akal, yg benar.

Dengan demikian, IMO cukup masuk akal istilah freewill itu karena baik si A maupun si B dalam membuat pilihannya merupakan hasil pilihannya sendiri (bukan dorongan/paksaan dari luar diri).

Apakah kesimpulan saya ini benar, bro husada?
Menurut pemahaman saya memang demikian. Budi menangkap apa yang saya maksudkan. Tetapi, perlu diingat juga bahwa itu bukan suatu kepastian begitu. Artinya, seperti saya sampaikan di atas tadi, bahwa ada saja yang anomali, menubruk aturan universal.

Quote
Dan satu lagi, ttg kumpul2 di balai RT itu, bukankah kedua macam orang tsb pada akhirnya sama-sama muncul di Balai RT? Apakah ini berarti bahwa yg memilih dng freewill dan memilih dng naluri sama-sama masuk Surga?
Tentang masuk surga, bukan kompetensi saya menentukan. Maaf.

Tentang tiba di balai RT, betul, mereka akan sama-sama tiba di balai RT. Yang menyiapkan diri akan menikmati keberadaannya di balai RT itu, sementara yang tidak bersiap, besar kemungkinan akan merasa keberadaannya di balai RT sebagai 'siksaan', atau dalam hatinya: emang gua pikirin?. Bagi misalkan ada si C yang meski sudah tahu ada pertemuan itu, dia cari berbagai alasan untuk tidak hadir, maka si C itu tidak akan berhadir di balai RT.
Quote
Cheers
Damai, damai, damai.
PRO ECCLESIA ET PATRIA, PRO PATRIA ET ECCLESIA

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #192 on: September 19, 2013, 11:36:11 AM »
'Akhlak' itu kayaknya kata lain dari 'sifat moral'. Dan kalo bener begitu, ya akhlak merupakan produk sosial juga sih.
Kok kalo saya masih berpikir kelimat diatas lebih cocok sbb : akhlak itu sangat besar terbuka kemungkinannya terpengaruh produk sosial, yah ? (probabilitasnya tinggi).

Quote
Tapi, faktor bawaan kayaknya juga ada, yaitu faktor genetika.
Saya disini juga kurang sejalan ... apa iya faktor genetika ortu yg berakhlak Anu menurun genetik ke si anak sehingga juga berakhlak Anu ?

Namun ini saya juga sebenernya masih berupa pertanyaan bagi dirsen saya :D. Karena saya masih ngulik ke : apakah akhlak cenderung bersifat "spiritual" ? (baca : "kata-hati") ---> dari sini, apabila jawabannya YA, terbuka kemungkinannya bersifat "spiritual", maka (imo) spiritual ortu yg X tidak sertamerta menurun ke anaknya sehingga si anak berspiritual X juga. Produk sosial-lah yang terbuka kemungkinan-nya mempengaruhi si anak, sehingga si anak "terlihat" berspiritual = si ortu, yakni yg X.

Dari situ, quote husada tentang "anomali" saya sambung disini : bhw ketika "blakangan" si anak orange menginjak remaja/dewasa (dimana sebenernya anak orange ini tidak berspiritual X) maka terbuka kemungkinan "anomali" husada terwujud ---> yakni anak orange ini "menubruk" aturan produk sosial lingkungan dia tsb. (disini saya tidak bisa mengatakan universal seperti yg husada statementkan, saya cenderung berpendapat "lingkungan" yg terlihat/dianggap lingkungan ini sendiri = "universal")

"Anomali" husada = menunjukan freewill, diketika si anak memilih ijo ataukah tetap orange. Namun selama si anak masih dibawah remaja/belon dewasa ... tindakan belum terwujud - anak ini tidak/belum mempunyai freewill.

Freewill = "iblis" :D.
"prasyarat"nya adalah diketika seorang anak mengingjak usia rasio (yakni bisa mulai berpikir / membedakan, sehingga timbul pilihan di benaknya).

:)
salam.

Offline salt

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 2507
  • Reputation Power:
  • Denominasi: **
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #193 on: September 19, 2013, 11:41:03 AM »
Quote
Saya disini juga kurang sejalan ... apa iya faktor genetika ortu yg berakhlak Anu menurun genetik ke si anak sehingga juga berakhlak Anu ?

Sependapat.

Untuk wajah, bakat, ukuran tubuh, bahkan beberapa penyakit, mungkin diturunkan dari generasi di atasnya (ortunya).

Tetapi untuk ahlak, tidak. Karena kalau benar ahlak itu diturunkan secara genetis, tidak ada anak jujur dari orang tua yang maling. Atau tidak mungkin seorang anak menjadi maling kalau orang tuanya bukan maling. Ternyata tidak seperti itu, kan?

Syalom

Offline odading

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 3314
  • Reputation Power:
  • Denominasi: non-agama
Re: Predestinasi/freewill (lagi)
« Reply #194 on: September 19, 2013, 11:47:40 AM »
Sependapat.

Untuk wajah, bakat, ukuran tubuh, bahkan beberapa penyakit, mungkin diturunkan dari generasi di atasnya (ortunya).

Tetapi untuk ahlak, tidak. Karena kalau benar ahlak itu diturunkan secara genetis, tidak ada anak jujur dari orang tua yang maling. Atau tidak mungkin seorang anak menjadi maling kalau orang tuanya bukan maling. Ternyata tidak seperti itu, kan?

Syalom
  :deal: akur :D.

Ya, benak saya sempet mengulik seperti yang salt paparkan di quote atas dan karena bold itu yang kita sebagai pov "orang lain" melihat begitulah kenyataannya :D.

:)
salam.