Author Topic: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)  (Read 4457 times)

0 Members and 2 Guests are viewing this topic.

bruce

  • Guest
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #15 on: August 07, 2012, 07:09:07 AM »


IMHO
Pada prinsipnya, apa yang dipersatukan oleh Tuhan .... tidak boleh diceraikan oleh manusia.
Dalam hal ini si wanita yang menikah lagi adalah "zinah" dimata Tuhan.

Dan tentunya si laki2 bila ia menikah lagi, statusnya juga "zinah" dimata Tuhan.
Karena itu, si laki2 tidak menikah lagi untuk menjamin kepastian statusnya "tidak zinah" di mata Tuhan, walaupun dimata manusia...statusnya terkatung-katung.

CMIIW

Begini lho bro, sebutlah ada seorang wanita katolik, menikah dengan seorang pria non kristen, mereka menikah secara Katolik. Dengan berjalannya waktu, masalah dalam pernikahan terjadi, si istri yang Katolik mengalami KDRT, dan berujung dicerai oleh suaminya.

Suaminya yang non Katolik tidak punya urusan dengan larangan cerai atau menikah ulang dari Katolik, toh memang dia bukan penganut Katolik. Jadi dia melenggang pergi dan menikah dengan wanita lain dari non Katolik, dengan cara non Katolik. Baginya pernikahan lama sudah hilang disapu waktu.

Nah, kasus yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, bagaimana nasib si wanita Katolik ini? Suaminya sudah, mengasarinya (KDRT), menceraikannya, dan tidak peduli lagi kepadanya. Apa yang harus dilakukannya? Sementara dengan aturan di atas, si wanita ini masih terikat pada perkawinannya yang telah bubar, sementara untuk memperoleh tambatan hati yang baru justru seolah terhalang oleh aturan dalam Gereja Katolik (boleh cerai tanpa kemungkinan menikah lagi?).

Nahh...

Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #16 on: August 07, 2012, 07:15:56 AM »
@medice

Betul sekali, bro. Memang resiko akan terjadi kasus seperti yang anda gambarkan itu bisa saja terjadi, dan tentu sangat tidak elok dilihat. Karena kesakralan sakramen perkawinan bisa saja menjadi seperti dipermainkan.

Tetapi, dalam kejadian nyata, dimana dalam hidup bermasyarakat yang manjemuk, seorang umat Katolik menikah dengan pasangan yang bukan Katolik. Tentu saja sebelum menikah semua seolah indah, jalan yang dilalui berlapis beludru. Apapun yang disyaratkan Gereja pasti dituruti, asalkan perkawinan bisa terlaksana segera.

Nah, jika kelak dua atau tiga tahun perkawinan berjalan, terjadi keributan yang parah, belum lagi jika terjadi KDRT. Maka perkawinan itu terpaksa kandas. Celakanya, si pasangan yang bukan Katolik dapat dengan mudah melangkah pergi dan tidak mau tahu lagi apakah dulu pernikahannya dilangsungkan dengan cara sah atau tidak secara Katolik. Bagi pasangan yang ditinggalkan, yang kebetulan Katolik, tentu menjadi tidak adil jika kemudian harus ia sendiri yang menanggung beban.

Sementara pasangannya sudah menikah lagi dengan pasangan barunya, ia harus terkatung katung dengan status ditinggal pasangannya. Sementara Gereja belum mengambil keputusan apakah perkawinannya bisa dibatalkan atau tidak. Bahkan apakah kelak ia boleh menikah lagi atau tidak.

Pasangan (beda iman) yg mau menikah  barangkali akan melakukan apa saja (persoalan belakangan) yg penting bisa nikah. Tapi Gereja tidak pernah memandang segala aturan dan persyaratan yg berlaku sebagai sesuatu yg main-main (persoalan belakangan).

Pada dasarnya Gereja menghendaki anak-anaknya menikah dengan pasangan yg Katolik pula. Bahwa Gereja mau menerima pasangan beda iman... itu sudah sangat, amat 'toleran'.

Betapa tidak fair mengaitkan 'ketidak-adilan' yg dialami si Katolik (yg dicerai) kepada Gereja.

Lagipula.... Gereja dalam hal ini tidak melihat bagaimana kondisi pasangan si Katolik tersebut. Nanti seolah-olah jadi ajang balas membalas. [Karena pasangannya sudah menikah lagi... maka si Katolik dibolehkan menikah lagi (supaya gak terkatung-katung; dan supaya pasangannya itu gak enak sendiri.]

Quote
Bagaimna menurut pandangan anda?

Jalan pintas yang mungkin bisa dilakukan oleh manusia, mungkin justru meninggalkan gereja Katolik dan beralih kepada gereja lain yang bersedia menikahkannya kembali. Manusiawi tentunya. Tetapi bukankah kemudian kita (Katolik) menjadi seolah lepas tangan terhadap keselamatan jiwa seorang manusia karena meninggalkan iman Katoliknya?

Dilema....
Biarkan saja. Sekalipun Gereja mau merestui.... tapi mereka yg tidak bisa memegang janjinya di hadapan Tuhan akan mencari jalan pintas-jalan pintas yg baru dalam bentuk lain dan kasus lain.

Soal adil-tidak adil, justru Gereja menjadi tidak adil jika memudahkan si pasangan Katolik utk kawin lagi; sebab jika kasusnya dibalik, sbb:

O (Katolik) & P (Katolik)===> Menikah sah di Katolik (Sakramental)

5 tahun kemudian, setelah mereka dikaruniai 2 anak…. Si O convert menjadi mis. Buddha.

[Kondisi akhir menjadi: Buddha & Katolik].

Kemudian, karena perbedaan iman tsb Si O menceraikan si P.

Bagaimana nasib si P (ibu dua anak tapi masih muda, cantik, dan energik)?

Dapatkah Gereja menerima dia jika suatu saat datang membawa pasangan baru dan ingin menikah di Katolik?

Tentunya TIDAK, Karena pernikahan mereka sebelumnya adalah Ratum et Consumatum (yg tak dapat dicerai kecuali karena kematian)

Lho, kalau nanti si P mengambil jalan pintas melalu denominasi yg lain.... gimana? Bukankah seolah Gereja jadi lepas tangan?

Biarkan saja! :grining:

====

Salam

bruce

  • Guest
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #17 on: August 07, 2012, 07:27:08 AM »
@Medice

Saya bisa mengerti ketegasan sikap Gereja Katolik dalam hal ini, bro. Andapun mungkin bisa mengerti. Karena kita tidak menjadi korbannya.

Tetapi akan sangat sulit bila justru kitalah yang menjadi korbannya, atau seseorang yang kita kenal (saudara) misalnya.

Dalam kasus di atas, dimana saya bisa menempatkan diri sebagai pihak yang menjadi korban, saya akan sangat merasakan ketidak adilan. Karena, sebagai katolik, saya sudah benar dengan mengajak pasangan yang bukan Katolik untuk menikah secara Katolik. Sayapun tentunya berusaha maksimal untuk mempertahankan pernikahan saya. Tetapi ketika pasangan saya mulai melakukan KDRT, dan menceraikan saya, maka saya harus menerima perceraian itu. Dan masalah tambahan ternyata masa depan saya dalam membina keluarga yang baru justru terhadang. Dan, celakanya memang tidak ada kemungkinan lain yang menjadi jalan keluar yang ditawarkan kepada saya. Maka dengan sangat terpaksa, saya menerima ajakan calon pasangan saya untuk berpindah gereja kepada gerejanya.
Maka dengan terpaksa saya harus meninggalkan Gereja Katolik bersama dengan masa lalu perkawinan saya. Kira kira seperti itu, bro ?

Syalom


Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #18 on: August 07, 2012, 09:13:03 AM »
@Medice

Saya bisa mengerti ketegasan sikap Gereja Katolik dalam hal ini, bro. Andapun mungkin bisa mengerti. Karena kita tidak menjadi korbannya.

Tetapi akan sangat sulit bila justru kitalah yang menjadi korbannya, atau seseorang yang kita kenal (saudara) misalnya.

Dalam kasus di atas, dimana saya bisa menempatkan diri sebagai pihak yang menjadi korban, saya akan sangat merasakan ketidak adilan. Karena, sebagai katolik, saya sudah benar dengan mengajak pasangan yang bukan Katolik untuk menikah secara Katolik. Sayapun tentunya berusaha maksimal untuk mempertahankan pernikahan saya. Tetapi ketika pasangan saya mulai melakukan KDRT, dan menceraikan saya, maka saya harus menerima perceraian itu. Dan masalah tambahan ternyata masa depan saya dalam membina keluarga yang baru justru terhadang. Dan, celakanya memang tidak ada kemungkinan lain yang menjadi jalan keluar yang ditawarkan kepada saya. Maka dengan sangat terpaksa, saya menerima ajakan calon pasangan saya untuk berpindah gereja kepada gerejanya.
Maka dengan terpaksa saya harus meninggalkan Gereja Katolik bersama dengan masa lalu perkawinan saya. Kira kira seperti itu, bro ?

Syalom
Ya, ya... memang sering terjadi mereka yg mengalami hal seperti ini membalikkannya kepada orang lain dengan berkata: "Karena bukan Anda yg mengalaminya, makanya gampang saja kalau ngomong". [saya udah pernah diskatai seperti itu]

kalau sudah begini.... gak ada gunanya lagi mendengarkan curhat atau keluh kesah dari orang-orang tersebut.

Habis, mau gimana lagi, Bro. Masa kita mesti berpura-pura bersimpati kepada mereka sambil ber-antipati terhadap aturan ketat Gereja hanya demi 'turut bersedih' atas KDRT dan cerai yg menimpa mereka???

====

yang saya Bold dan color red,

Tanggapan saya adalah: Mereka yg meninggalkan Gereja demi boleh Kawin Lagi, berarti lebih mengutamakan Kawin Lagi daripada Gereja. Lebih mengutamakan kenikmatan duniawi daripada Kebahagiaan Abadi.
=====

Salam,

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #19 on: August 07, 2012, 09:40:10 AM »
Begini lho bro, sebutlah ada seorang wanita katolik, menikah dengan seorang pria non kristen, mereka menikah secara Katolik. Dengan berjalannya waktu, masalah dalam pernikahan terjadi, si istri yang Katolik mengalami KDRT, dan berujung dicerai oleh suaminya.

Suaminya yang non Katolik tidak punya urusan dengan larangan cerai atau menikah ulang dari Katolik, toh memang dia bukan penganut Katolik. Jadi dia melenggang pergi dan menikah dengan wanita lain dari non Katolik, dengan cara non Katolik. Baginya pernikahan lama sudah hilang disapu waktu.

Nah, kasus yang kemudian menjadi pertanyaan adalah, bagaimana nasib si wanita Katolik ini? Suaminya sudah, mengasarinya (KDRT), menceraikannya, dan tidak peduli lagi kepadanya. Apa yang harus dilakukannya? Sementara dengan aturan di atas, si wanita ini masih terikat pada perkawinannya yang telah bubar, sementara untuk memperoleh tambatan hati yang baru justru seolah terhalang oleh aturan dalam Gereja Katolik (boleh cerai tanpa kemungkinan menikah lagi?).

Nahh...

IMHO berdasarkan filosofi, karena itu paham dasar perkawinan adalah :

“Dengan perjanjian perkawinan pria dan wanita membentu antara mereka kebersamaan seluruh hidup; dari sifat kodratinya perjanjian itu terarah pada kesejahteraan suami-isteri serta kelahiran dan pendidikan anak; oleh Kristus Tuhan perjanjian perkawinan antara orang-orang yang dibaptis diangkat ke martabat Sakramen.” (Kan. 1055 $ 1)

Dalam tahun-tahun setelah Konsili Vatikan II, pemahaman tentang Perkawinan Kristiani mengalami perkembangan yang pesat. Perkawinan yang semula dilihat hanya sebagai kontrak, kini dipandang sebagai perjanjian (covenant, foedus) yang membentuk suatu persekutuan hidup dan cinta yang mesra.
Dikutip dari  http://www.indocell.net/yesaya/pustaka2/id302.htm


Kalau kontrak, bilamana salah satu ingkar janji maka kontrak batal
.
Kalau perjanjian, bilamana salah satu ingkar janji tidak membatalkan janji yang telah diikrarkan.
Mengacu pada perjanjian Tuhan kepada bangsa Israel, walaupun mereka berulang kali melanggar, tetapi Tuhan tetap setia pada janjiNya.

Jadi bila sang suami mengasari seperti yang Bro Bruce sampaikan diatas, maka dengan mengacu pada konsep perjanjian Tuhan kepada bangsa Israel, memang sang istri tetap terikat pada janjinya.
Dan implementasi pastoralnya, kalau memang suami (KDRT), si istri hidup tidak satu rumah tetapi tetap terikat perjanjian perkawinan.

Pemikiran saya seperti itu Bro, CMIIW
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

bruce

  • Guest
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #20 on: August 07, 2012, 10:45:26 AM »
Ya, ya... memang sering terjadi mereka yg mengalami hal seperti ini membalikkannya kepada orang lain dengan berkata: "Karena bukan Anda yg mengalaminya, makanya gampang saja kalau ngomong". [saya udah pernah diskatai seperti itu]

kalau sudah begini.... gak ada gunanya lagi mendengarkan curhat atau keluh kesah dari orang-orang tersebut.

Habis, mau gimana lagi, Bro. Masa kita mesti berpura-pura bersimpati kepada mereka sambil ber-antipati terhadap aturan ketat Gereja hanya demi 'turut bersedih' atas KDRT dan cerai yg menimpa mereka???

====

yang saya Bold dan color red,

Tanggapan saya adalah: Mereka yg meninggalkan Gereja demi boleh Kawin Lagi, berarti lebih mengutamakan Kawin Lagi daripada Gereja. Lebih mengutamakan kenikmatan duniawi daripada Kebahagiaan Abadi.
=====

Salam,

Mengapa kemudian saya menjadi teringat pada ucapan Jesus yang ini ya bro:

Mrk 2:25    Jawab-Nya kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan,

Mrk 2:26    bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu--yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam--dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutn

Mrk 2:27    Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,

Mrk 2:28    jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat."


Syalom

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #21 on: August 07, 2012, 12:36:42 PM »
@Medice

Saya bisa mengerti ketegasan sikap Gereja Katolik dalam hal ini, bro. Andapun mungkin bisa mengerti. Karena kita tidak menjadi korbannya.

Tetapi akan sangat sulit bila justru kitalah yang menjadi korbannya, atau seseorang yang kita kenal (saudara) misalnya.

Dalam kasus di atas, dimana saya bisa menempatkan diri sebagai pihak yang menjadi korban, saya akan sangat merasakan ketidak adilan. Karena, sebagai katolik, saya sudah benar dengan mengajak pasangan yang bukan Katolik untuk menikah secara Katolik. Sayapun tentunya berusaha maksimal untuk mempertahankan pernikahan saya. Tetapi ketika pasangan saya mulai melakukan KDRT, dan menceraikan saya, maka saya harus menerima perceraian itu. Dan masalah tambahan ternyata masa depan saya dalam membina keluarga yang baru justru terhadang. Dan, celakanya memang tidak ada kemungkinan lain yang menjadi jalan keluar yang ditawarkan kepada saya. Maka dengan sangat terpaksa, saya menerima ajakan calon pasangan saya untuk berpindah gereja kepada gerejanya.
Maka dengan terpaksa saya harus meninggalkan Gereja Katolik bersama dengan masa lalu perkawinan saya. Kira kira seperti itu, bro ?

Syalom

Case seperti diatas pernah saya tanyakan.
Bila seseorang menikah secara Katolik, kemudian bercerai secara sipil.
Kemudian si pria ini menikah dengan wanita lain secara agama lain.
Secara hukum Katolik, si pria ini masih terikat pada pernikahan nya yang lama dan hidup dalam kondisi "berzinah".
Kemudian pasangan ini ingin bertobat dan kembali ke Gereja Katolik.

Kemudian saya tanyakan, bolehkah meminta dispensasi, mengingat Romo ditahbiskan dan memiliki tangan urapan.

(23 Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada.") (Joh 20:23 ITB)



Dijawab, pengampunan dapat diberikan tentunya didahului dengan pertobatan. Yaitu tidak berzinah.
Jadi saya ambil kesimpulan, si pria tetap terikat dengan perkawinannya terdahulu dan untuk itu harus hidup sebagai saudara dengan istrinya yang sekarang.


 :think:
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Medice_curateipsum

  • FIK - Senior
  • ****
  • Posts: 389
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Katolik
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #22 on: August 07, 2012, 08:07:59 PM »
Mengapa kemudian saya menjadi teringat pada ucapan Jesus yang ini ya bro:

Mrk 2:25    Jawab-Nya kepada mereka: "Belum pernahkah kamu baca apa yang dilakukan Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya kekurangan dan kelaparan,

Mrk 2:26    bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah waktu Abyatar menjabat sebagai Imam Besar lalu makan roti sajian itu--yang tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imam--dan memberinya juga kepada pengikut-pengikutn

Mrk 2:27    Lalu kata Yesus kepada mereka: "Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat,

Mrk 2:28    jadi Anak Manusia adalah juga Tuhan atas hari Sabat."


Syalom

Lho... ini bagaimana toh, Bro?

Masa kita mau mengatakan bahwa keinginan kawin lagi adalah Tuhan atas aturan Gereja?

===

Salam,

bruce

  • Guest
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #23 on: August 07, 2012, 08:16:53 PM »
Lho... ini bagaimana toh, Bro?

Masa kita mau mengatakan bahwa keinginan kawin lagi adalah Tuhan atas aturan Gereja?

===

Salam,

Dalam pengertian bahwa aturan Gereja diterapkan secara kaku, sehingga kita (Gereja) menghalangi keingingan menikah lagi (yang sangat manusiawi), padahal kesalahan tidak dilakukan oleh orang tersebut. Bukankah menjadi seperti itu, bro?

Syalom

Offline Husada

  • FIK council
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 3585
  • Reputation Power:
  • Gerejaku Didirikan oleh Yesus Kristus
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #24 on: July 18, 2013, 05:05:56 PM »
Wah, saya belum tercerahkan, trit ini sudah mati suri.
PRO ECCLESIA ET PATRIA, PRO PATRIA ET ECCLESIA

Offline sniperX

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1954
  • Reputation Power:
  • Denominasi: ****
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #25 on: July 18, 2013, 06:29:38 PM »
Sebenarnya gampang saja penyelesaiannya. Gak usah kawin reami. Kumpul kebo aja, bisa kan? Seminggu sekali mengaku dosa telah berzinah. Jadi tetap sebagai Katolik, tetap bisa 'nikah', dan gak salah karena terus menerus bertobat.

Case close

:D

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #26 on: July 19, 2013, 08:28:48 AM »
Sebenarnya gampang saja penyelesaiannya. Gak usah kawin reami. Kumpul kebo aja, bisa kan? Seminggu sekali mengaku dosa telah berzinah. Jadi tetap sebagai Katolik, tetap bisa 'nikah', dan gak salah karena terus menerus bertobat.

Case close

:D

10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"
11 Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: "Akupun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang." (Joh 8:10-11 ITB)


Enggak bisa dong Bro Snip.
Kalo tidak berbuat dosa = tidak dihukum
Kalo berbuat dosa lagi = dihukum

 :D
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline Phooey

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 5491
  • Reputation Power:
  • Denominasi: Χριστός
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #27 on: July 19, 2013, 08:36:08 AM »
Sebenarnya gampang saja penyelesaiannya. Gak usah kawin reami. Kumpul kebo aja, bisa kan? Seminggu sekali mengaku dosa telah berzinah. Jadi tetap sebagai Katolik, tetap bisa 'nikah', dan gak salah karena terus menerus bertobat.

Case close

:D


Btw Bro Snip sudah married belon ?   :swt:
Καὶ μὴ κρίνετε, καὶ οὐ μὴ κριθῆτε· καὶ μὴ καταδικάζετε, καὶ οὐ μὴ καταδικασθῆτε. ἀπολύετε, καὶ ἀπολυθήσεσθε· (Luk 6:37 BGT)

Offline sniperX

  • Super Hero
  • ******
  • Posts: 1954
  • Reputation Power:
  • Denominasi: ****
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #28 on: July 19, 2013, 05:04:52 PM »
Kan pengampunan Tuhan 'konon' tidak terbatas. Sekali selamat tetap selamat. Yang penting iman, dosa gak apa apa, karena perbuatan tidak dilihat.

Itu dari doktrin osas dan predestinasi lhoh ya. Tidak Saya sarankan kalau mau selamat.

Makanya harus lihat gereja dari ajarannya. Jangan ngasal, dapat yang sembarangan akan berakibat seperti nail bus dengan sopir teler.

He he he he

Offline Husada

  • FIK council
  • Super Hero
  • *****
  • Posts: 3585
  • Reputation Power:
  • Gerejaku Didirikan oleh Yesus Kristus
Re: Pembatalan perkawinan akibat (“privilegium paulinum“)
« Reply #29 on: July 19, 2013, 05:34:40 PM »
Jadi ingat signature seseorang, "Janganlah masukkan kami kedalam pencobaan, karena kami bisa masuk sendiri."
PRO ECCLESIA ET PATRIA, PRO PATRIA ET ECCLESIA