Mungkin saya bisa tanggapi yang ini...
Suksesi apostolik secara jalur penerus itu tidak salah, malah banyak kita temukan di Alkitab.
Misalnya saja (contoh yg saya ambil ini bukan garis darah) dari Elia ke Elisa, dari Musa ke Yosua, dll.
Namun jalur suksesi tidak mutlak harus demikian.
Tidaklah otomatis jika terjadi penyerahan suksesi maka itu sudah pasti si suksesor itu sah dan benar.
Jika si suksesor tidak layak mnyandang suksesi (krn satu dan lain hal), maka jalur suksesi itu akan teralihkan ke pihak lain yg sejalan dg ajaran para rasul (yg sudah tertuang di Alkitab, yg jg otomatis sejalan dg magisterium terdahulu) dan suksesi itu bisa saja di luar institusi yg saat itu sedang berkuasa.
Makanya saya ngga anti GKR seolah semua GKR dlm sepanjang sejarah itu pasti keliru. Itu namanya spt mencela nenek moyang sendiri....
Mnrt saya pd suatu waktu terjadi pelencengan yg dilakukan oleh mreka yg mjd suksesor dan suksesornya dan suksesornya lagi.
Mngapa diskusi susah menemukan kesepakatan?
Krn di GKR dikenal suatu pngajaran yg mengindikasikan bhw jalur penerus yg dianut GKR sudah pasti sah, otomatis terlindungi dari kekeliruan dan juga kebijakan dari setiap pemegang suksesi itu tidak mungkin salah.
Gaya pmikiran GKR dan protestan itu beda disana.
Bagi para protestan, jemaat diajar utk membaca Alkitab dan bisa menilai sendiri ajaran pemimpin bdsk Alkitab itu.
Konsekuensinya, jika si pemimpinnya dianggap melenceng dari Alkitab, maka pemimpin itu akan ditinggalkan.
Konsekuensi lainnya (ini bisa dilihat sbg suatu kelemahan tp juga sbg suatu pembelajaran), banyak penafsiran bkembang dalam aliran protestan trutama utk perkara-perkara non-fundamental.
Bro Siip,
Aku tertarik menanggapi statement Anda mengenai keabsahan suatu suksesi.
Terlepas dari sudut pandang GKR atau protestant (kita tinggalkan dulu sudut pandang teologi), kita bahas saja yg namanya suksesi atau warisan.
Kita umpamakan kakek buyut saya mewariskan sepetak sawah, yang begitu indah, subur, dan sempurna dengan kelengkapan irigasi, pupuk, alat2 utk membajak, dsb. Sawah itu diamanatkan utk diwariskan, dan diwarisi oleh kakek dan ayah saya persis seperti yg diamanatkan oleh kakek buyut, tanpa ada perubahan di sepetak sawah itu baik fisik maupun non fisik. Lalu saya, katakanlah di-”disowned” oleh ayah, dianggap bukan anak lagi, sehingga saya tidak dapat mewarisi sawah tersebut secara legal.
Karena saya tidak mewarisi sawah tersebut secara legal, maka sepupu saya (misalkan Anda adalah sepupu saya) mengambil alih sawah tersebut. Tetapi Anda tidak lagi memakai kelengkapan sawah seperti yg diamanatkan oleh kakek buyut, karena Anda tidak mewarisi langsung dari ayah saya dan Anda tidak menerima instruksi atau estafet yg benar dari ayah saya. Irigasi, pupuk yg digunakan, alat2 untuk membajak tidak lagi sama seperti yang dipakai oleh kakek buyut, kakek, dan ayah saya.
Analogi yg sama, IMHO, bisa diaplikasikan kepada suksesi apostolik. CMIIW, kalo aku menganalogikan GKR sbg kakek dan ayah, bro sip menganalogikan protestant/karismatik sebagai sepupu.
Pertanyaannya sekarang, apakah Anda masih bisa dikatakan mewarisi sawah tersebut? IMHO, by fact, ya... Anda memiliki sepetak sawah tersebut. Tapi apakah Anda memiliki warisan / suksesi sawah tersebut? IMHO, tidak.
Apakah beras yg dihasilkan oleh sawah Anda itu akan sama seperti sawah yg diwariskan oleh kakek buyut? Bisa ya, bisa tidak. IMHO, kemungkinan bahwa berasnya sama seperti beras kakek buyut saya lebih kecil dibanding jika Anda memiliki sawah tersebut persis seperti jika Anda mewarisi sawah tersebut secara benar dan legal.