---sambungan dari atas----
Gereja.. pada level Yesus adalah Tuhan maka kita masih sama, lalu ditarik lagi ke sub level yang lebih detil.. misalnya tentang masalah hukum kasih.. (mungkin saja masih sama) kemudian ditarik lagi ke sublevel yang lebih detil, misalnya tentang keselamatan, sudah ada 3 cabang, double predes, frewill only, predes dan freewill. lalu ke sub level sejajar tapi lain isu: misal, tentang doa, ada lagi tentang babtisan, tentang perpuluhan, tentang puasa, tentang makanan halal haram, dan seterusnya.
kita mungkin sama pada level tertentu, pada level Yesus adalah Tuhan kita sama, tapi jika kita gali lebih jauh? kesamaan karena memang tidak di gali lebih jauh bukan berarti hal itu tidak kelihatan, hanya tidak dilihat.
jadi antara hal yang tidak dilihat dan hal yang tidak kelihatan itu berbeda kan ya?
Saya memperhatikan bagian yg ungu, "digali lebih jauh". Kemudian saya bertanya dalam hati, "
mengapa yg seperti itu disebut "digali lebih jauh"?".
Fakta bahwa istilah yg dipakai adalah "digali lebih jauh" menunjukan adanya sebuah
hierarki nilai yg sedang diterapkan. Ada hal-hal yg
dinilai sebagai "permukaan", ada hal-hal yg
dinilai sebagai "lebih dalam", lalu ada yg
dinilai sebagai "lebih dalam lagi", lalu "jauh lebih dalam lagi" dst dst... (umumnya, ketika istilah yg dipakai adalah "digali lebih jauh", maka hal-hal "lebih jauh" dinilai lebih krusial ketimbang yg di "permukaan").Nah, hierarki nilai adalah
suara organisasi. Jadi, yang warna orange itu adalah representasi dari suara organisasi.
Di atas2 saya pernah menyebutkan bahwa fungsi organisasi adalah identifikasi (Inilah kami"), dan oleh sebab itu, ia juga berfungsi sebagai pemisah ("Kami bukan Anda dan Anda bukan kami"). Hal ini juga tampak pada bagian yg warna orange di atas.
(Note: IMO, apa yg dijabarkan di yg orange itu bukan sebuah "penggalian yg lebih jauh", melainkan "pembicaraan dalam konteks yg berbeda".)
maka mengkonsepsi hal demikian dengan istilah yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, sungguh tidak pas.
Sudah pasti tidak akan pas
bila bro onde menariknya dan menjabarkannya dalam bahasa organisasional seperti yg orange itu (secara hierarkis).
Di atas sudah saya kemukakan bahwa konsep organism dan organisasi tidak bisa disejajarkan, atau dihierarkiskan, atau dioposisikan karena masing-masing berada di level semantik yg berbeda. Organism adalah ttg "Allah dan Manusia", Organisasi adalah ttg "manusia2 dan manusia2".
Apa yg bro onde lakukan di bagian orange tsb adalah membicarakan organism ("
Gereja.. pada level
Yesus adalah Tuhan maka kita masih sama")
dan organisasi ("
lalu ditarik lagi ke sub level yang lebih detil.. misalnya tentang dst dst") di dalam satu konteks pembicaraan yg sama, yaitu konteks organisasi. Hal yg serupa, IMO, dilakukan oleh banyak orang gereja ketika mereka menyebut perpecahan organisasi sebagai perpecahan umat Allah.
jadi cukup sama2 mengaku meneladani Yesus, maka kita adalah satu ya?
sampai distu saja kita satu ya? kalau tentang Yesus Tuhan kita masih satu ngga dengan SSY? kalau masuk lagi ke Tritunggalnya, apakah kita masih satu?
Kalo ttg organisasi ya jelas nggak satu --> Ini kelihatan kok. Misal: doktrin Tritunggal, doktrin ttg Inkarnasi.
Kalo ttg organism ya jelas satu --> ini nggak kelihatan. Cuma Allah (karena Ia adalah Kepala) yg bisa lihat.
Misal: Ada seorang penganut SSY bernama Zlix. Bro onde bisa menunjuk Zlix dan mengatakan dengan pasti bahwa Zlix bukan orang Katholik. Alasannya jelas kelihatan. Tapi, bro onde nggak bisa dengan pasti mengatakan bahwa Zlix bukan umat Allah karena bro onde nggak pernah tahu apa yg Allah sudah/sedang/akan kerjakan dalam diri Zlix (nggak kelihatan).
ini ironis manakala ada pengakuan kita adalah satu, namun disisi lain terus bertambahnya denominasi karena perselisihan, karena atasnama pembaharuan, pemulihan, dan pembenaran.
seharunya kita tidak perlu berotganisasi, biarkan orang beribadah, menapsir kitabsuci secara bebas.. liturgi terserah, pemahaman juga terserah. Asal masih mengaku meneladani Yesus, maka kita adalah Gereja yang satu dan tidak kelihatan.. tidak kelihatan benernya.. hehehehe...
Saya juga menangkap ironi. Tapi, isinya nggak sama dengan isi ironi versi bro onde di atas. Ironi yg saya tangkap begini:
"Ini ironis. Manakala ada pengakuan bahwa kita satu, tapi di sisi lain bertambahnya denominasi karena kebutuhan yg berbeda2 dianggap sebagai perpecahan. Seharusnya organisasi dilakukan atas dasar pengakuan bahwa kita adalah orang berdosa, orang yang lemah, orang yg punya kebutuhan2 khusus."
itu salah besar! dulunya kristen itu memang sudah satu... pecah itu karena ada yang merasa lebih benar dari yang lain.
coba bro bayangkan, ada perpecahan yang dilandasi oleh semangat persatuan dan kestuan bro..
setiap perpecahan itu dilandasi ketidak sepahaman, yang kemudian ditenagai oleh persaan lebih benar, sehingga merasa berhak untuk tidak perlu ikut dan turut pendapat yang lain. dan banyak hal lain.. yang jelas anti tesis dari semangat persatuan.
Ya, saya juga heran sama yg merah itu. Tapi herannya cuma sebentar, karena kemudian saya ingat bagaimanakah Manusia itu pasca Kejatuhan. IMO, ada yg error setelah Manusia jatuh (seperti hardisk error kalo jatuh
--> jd inget hardisk saya nih...), dan ini dapat dilihat dari performa logika dan emosinya (individual) dan performa komunikasinya (sosial).
Manusia diciptakan sebagai image dari The Discourse (Logos). Ketika jatuh, image ini rusak. Kualitasnya sebagai image The Discourse pun error. Seandainya saja Kejatuhan tidak pernah terjadi, kualitas Manusia sbg image The Discourse akan tetap intact. Proses representasi Kebenaran ke dalam ide-ide di pikiran bakal terjadi secara benar. Proses penyampaian dan penerimaan ide juga bakal terjadi secara benar sehingga tidak akan pernah terjadi miskomunikasi dan tidak akan pernah ada potensi konflik. Sayangnya, Kejatuhan terjadi.
IMO, bagian yg merah itu adalah salah satu hasil akumulasi ke-error-an Manusia, yg sudah saya bahas di atas ketika saya bicara soal kesimpangsiuran konteks pembicaraan. Salah satu lagi adalah...organisasi.
Organisasi pertama yg dibangun Manusia ditandai Allah dengan penutup aurat (pakaian), yaitu konsep laki-laki dan perempuan. Pasca Kejatuhan, Laki-laki dan perempuan bukan lagi hanya organic, tapi juga organisasi --> organisasi rasa malu dan birahi.
permasalahannya pekerjaan Roh Kudus itu bisa bisa di klaim.. dan memang belum ada metode yang bisa membuktikan bahwa klaim yang dikatakan itu memang benar2 buah karya Roh Kudus.
padahal mengatasnamakan Roh Kudus it bisa jadi legitimasi yang ampuh.. terlepas dari bener tidaknya, itu hanya masalah rasa.. dan setiap orang berhak merasa..
Bener nggak pola pikir memperlakukan pekerjaan Roh Kudus sebagai sesuatu yg bisa diklaim manusia?
Tentunya, salah kan?
Lalu kenapa pola pikir yg salah itu ditanggapi, bahkan diadopsi dan terus dikembangkan dan dipakai di diskusi2 dan di debat2, dan diterbitkan di tulisan2 yang kemudian dipakai sebagai landasan2 doktrin atau filosofi atau ajaran di sekolah2 dan gereja2?
Cheers